tempat dudukku,” lagi-lagi aku hanya bisa membatin seraya melihatnya
berjalan menuju ke bangku di belakang.
Hanif tiba di ruang sesak ini berbeda dengan minggu-minggu lalu. Hanya
baju batik, celana bahan buatan emaknya dan tak lupa poni sempongan
sebalah kanan ala Pak SBY yang mengkilat itu yang tak pernah lepas
darinya. Kini, dia datang tanpa buku-bukunya, dia memilih duduk di
bangku belakang. Duduk di samping Dahlan.
Tanpa sadar, Bu Astin sudah berada di kelas dan telah membagikan lembar
soal ujian. Aku ambil lembar soal ujian yang disosorkan Bu Astin padaku.
Sembari memegang lembar soal, mataku penasaran untuk melihat apa yang
dilakukan Hanif. Aku pun menoleh ke belakang. “Duh Hanif... kertas apa