"Hamra, katakan padaku. Ada apa ini sebenarnya?" tanya Teana dengan wajah tidak mengerti.
"Tuan, maafkan hamba. Hamba pantas mati karena tidak bisa menjaga kedua orang tua Tuan."
Tangisan Hamra makin menjadi. Tak henti -- hentinya ia memeluk Teana. Berulang kali ia meminta maaf kepadanya. Teana hanya bisa menangis ketika Hamra menceritakan perihal kematian orang tuanya.
"Ayah... Ibu..." ucap Teana lirih dengan air mata berjatuhan. Almeera ikut terlarut dalam suasana itu. Tidak ada yang bisa ia perbuat untuk Teana saat ini.
Setelah keadaan Teana cukup tenang dan bisa dikendalikan, Hamra mengajak mereka berdua untuk makan malam. Tak lama kemudian datanglah Galata.
"Galata..." ucap Teana.
"Teana..."
Teana nampak senang. Ia berlari menuju Galata yang masih berdiri di depan pintu tenda. Ia memeluk erat tubuh Galata. Ingin rasanya ia menumpahkan kesedihannya.
"Apa yang terjadi pada kedua orang tuaku Galata? Katakan padaku."
"Maafkan kami Teana. Orang tuamu meninggal karena racun ular. Kejadiannya sangat cepat sehingga kami tidak sempat menolong mereka." ucap Galata sambil memeluk dan mencium kening Teana.
"Tuan Galata... Tuan Teana... Sebaiknya kita makan dulu. Hamba sudah menyiapkan makan malam untuk kalian. Tentu kalian sudah lapar bukan?" ucap Hamra.