"Tuan sakit? Mengapa Tuan menjadi pucat begitu?"
"Tidak, aku baik -- baik saja. Mungkin karena cuaca sore ini yang begitu dingin. Sehingga membuat wajahku nampak pucat kedinginan." jawab Pendeta Samad terbata -- bata sambil menyapu keringat di dahinya dengan jubahnya.
"Benar Tuan, akhir -- akhir ini di Kota Petra cuacanya tidak seperti biasa. Siang hari bisa menjadi dingin, malam hari bisa menjadi berangin dan panas. Pertanda apakah ini? Semoga saja bukan pertanda buruk. Mari... Silakan masuk Pendeta."
Pendeta Samad diam membisu. Ia hanya bisa menelan ludah. Tak mampu membalas ucapan lelaki itu.
Dengan diantar penjaga Kuil Al Khazneh, Pendeta Samad melangkah masuk ke ruangan di dalam kuil. Ia menyuruh beberapa orang untuk membersihkan pecahan guci keramik. Dan ia sendiri segera mengembalikan patung Dewi Uzza ke tempatnya semula.
"Penjaga, segera siapkan keperluan ritual pemujaan untuk Dewi Uzza. Jangan lupa siapkan tiga ikat dupa Myrrh. Nyalakan semuanya. Letakkan di meja altar. Malam ini ritual harus segera dilaksanakan atau kita semua akan terkena kutukannya." ucap Pendeta Samad.
"Baik Tuan."
Dalam beberapa jam, ritual untuk Dewi Uzza -- sang Dewi Fajar -- mulai digelar.
***
Keesokan paginya, Kuil Singa Bersayap mendadak ricuh. Beberapa penduduk yang hendak melakukan ritual disana berteriak -- teriak ketakutan. Dari dalam kuil muncul puluhan ular hitam. Meliuk -- liuk diatas lantai kuil sambil mendesis.
Bahkan sebagian ular ada yang melilit leher patung singa bersayap yang terbuat dari logam berlapiskan emas. Penduduk merasa takut untuk memasuki kuil. Sehingga mereka memanggil beberapa orang prajurit untuk mengusir ular -- ular itu keluar dari kuil.