Gafatar mengenal enam fase pembangunan suatu bangsa atau komunitas yaitu pembangunan mental-spritual, sosialisasi secara terbuka, keluaran, perang/perjuangan sungguh-sungguh, membangun tatanan, dan terbentuknya masyarakat madani. Inilah konsep yang hendak ditawarkan Gafatar. Bung Karno pernah menawarkan konsep pembangunan semesta. Soeharto juga pernah menawarkan konsep repelita sebagai konsep membangun bangsa. SBY juga menawarkan konsep pembangunan. Jokowi juga menawarkan konsep revolusi mental untuk membangun bangsa.
Semua konsep membangun bangsa boleh saja ditawarkan. Syah-syah saja kita memiliki konsep pembangunan. Itu artinya kita masih hidup, masih bisa mikir untuk bangsa kita apalagi dunia. Semua konsep mestinya dipresentasikan di hadapan publik. Semua konsep mestinya dikritisi oleh berbagai pihak, di uji mana yang realistik mana yang tidak.
Kita punya 34 Gubernur, punya 600 Bupati dan Walikota. Semuanya menawarkan konsep pembangunan di daerah masing-masing. Betapapun kita tahu konsep itu kadang tidak mereka pahami sendiri. Namun kita semua menghargai semua konsep itu. Cukuplah masyarakat yang merasakan dampak dari diberlakukannya konsep itu.
Banyak konsep pembangunan bangsa yang ternyata tidak dapat diimplementasikan. Banyak konsep yang bertentangan dengan nilai dasar Pancasila. Banyak konsep yang hanya mensasar kepentingan sesaat dan untuk kepentingan pribadi dan kelompok.
Tawaran konsep alamiah dan ilmiah yang ditawarkan gafatar adalah membangun pondasi ideologis terlebih dahulu. Membangun pondasi ideologis inilah hal yang utama dan pertama kita lakukan saat ini. Mengajak kembali bangsa Indonesia mengenal Tuhan Yang Esa. Pembangunan mental-spritual adalah hal yang pokok seperti kita menanam dengan benih unggulan. Mustahil kita memiliki ideologi yang menghunjam ke dalam sanubari jika kita tidak menanamnya.
Â
Rumah Hancur
Semua fase berlangsung secara alamiah dan ilmiah. Artinya, kita bekerja membangun bangsa itu sebabnya karena sendi-sendi kehidupan bangsa itu sudah rubuh. Kalau ada Rumah baru ya.. kita tempati, kita nikmati, sementara jika rumah kita hancur ya..kita bangun kembali. Jadi, saat membangun rumah itu adalah kondisi alamiah, sudah waktunya tiba, sebab rumahnya sudah hancur.
Logikanya, rumah yang hancur atau rubuh wajib kita bangun kembali. Kalau rumah kita tidak rusak tidak perlu kita kerja bangun rumah. Aneh kalau kita memperbaiki rumah yang baru selesai dibangun. Rumah yang baru kita bangun ya harus kita tempati, kita nikmati.Â
Bangsa dan negara kita ini adalah rumah kita. Saat ini kondisinya sudah hancur. Indikasinya jelas, yaitu pondasinya sudah tak ada. Ideologi Pancasila sudah tidak kita gunakan lagi. Kita tak lagi mengenal makna ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kebijaksanaan, dan keadilan. Semua nilai luhur itu tidak lagi menjadi penggerak kehidupan berbangsa dan bernegara. Kondisi kerusakan mental-moral ini yang secara alamiah dan ilmiah mendorong manusia untuk berubah, sadar dan berbuat.Â
Untuk sampai pada pemahaman ini, sulitnya minta ampun. Tidak semua orang ternyata punya pandangan yang sama. Kerusakan mental-moral manusia ternyata ada juga yang tak melihatnya sebagai suatu kerusakan. Ada juga yang gembira mengambil manfaat dari kerusakan dan ingin mempertahankannya.Â