Mohon tunggu...
Mahameru
Mahameru Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gafatar dan 'Orang Bodoh'  yang Mengikutinya

14 Februari 2016   17:55 Diperbarui: 14 Februari 2016   18:44 2988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kitapun akhirnya tidak lagi membebankan pada sekolah di luar rumah. Meski ruangan tempat sekolah bersama tetap ada (umumnya di kantor/sekretariat masing-masing) namun itu bukan yang utama. Fokus menjadikan rumah sebagai sekolahlah tujuan kita sesungguhnya.

Dengan SBR kita baru sadar, bahwa selama sebagai orang tua ternyata kita sedikit sekali meluangkan waktu mengajar anak dan menemaninya belajar. Sudah biasa jika setiap orang tua hanya sibuk cari makan dari pagi hingga sore untuk keluarga. Kita percaya cukuplah guru di sekolah yang mengajar anak kita. Kita percaya sepenuhnya institusi pendidikan bebas dari rekayasa dan motif lainnya.

Fokus SBR ada dua yaitu mendidik atau membekali orang tua dan membangun mental spritual anak-anak.  Kegiatan tersulit tentu saja mengajar orang tua (parenting class). Umumnya orang tua tidak terbiasa dan punya talenta untuk membimbing anak, menjadi guru di rumah. Orang tua kebanyakan mengandalkan uang saja dan seenaknya 'melemparkan' tanggung jawab ke pihak sekolah. Dengan harta seolah semua yang dia harapkan kepada anak dapat terwujud. 

Seminggu sedikitnya dua kali kelas untuk orang tua. Kami menekankan tanggung jawab yang paling utama bagi orang tua adalah menjadi teladan bagi keluarga terutama bagi anaknya. Kita butuh orang tua sejati yang mampu menjadi guru dan menurunkan karakter manusia unggulan bagi anaknya. Tujuannya agar anak kita memiliki karakter jujur, berani, tegas, adil, cakap, integritas, bijaksana, cerdas dan sehat. 

Alasan utama SBR adalah menjadikan anak memiliki karakter yang mulia, menjadi generasi unggulan. Anak SBR begitu kami sebut, pasti tidak merokok, tidak kenal pacaran, tidak malam mingguan, tidak lihat film atau situs porno, tidak melanggar lampu merah, berbudi luhur dan tidak berbuat kerusakan. Sebaliknya anak SBR memiliki karakter jujur, berani, tegas, adil, cakap, integritas, bijaksana, cerdas dan sehat. 

Dengan SBR kita fokus pada pembinaan mental-spritual tidak pada ilmu pengetahuan. Kita sadari di SBR kita kesulitan untuk mengajar ilmu-ilmu terapan. Keterbatasan guru atau tenaga fasilitator menyebabkab ilmu-ilmu eksakta sulit untuk diajarkan. Dengan kata lain, pelajaran eksakta akan sedikit tertinggal sementara pembinaan mental-spritual pasti lebih unggul dibanding sekolah lainnya di dunia. Intinya kami ingin membangun pondasi mental-spritual sekokoh mungkin. Mental yang kokoh akan mampu menampung beban apapun yang ada diatasnya termasuk Ilmu Pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan itu berada diatas pondasi Mental Spritual. Ilmu pengetahuan dikendalikan oleh nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kebijaksanaan dan Keadilan. Orang pintar- berakhlak mulia itulah generasi unggulan calon pimpinan masa depan bangsa yang hendak kita kita lahirkan. Dengan SBR kami ingin wujudkan manusia-manusia kesatria kesuma bangsa. Manusia yang sanggup berkorban harta dan dirinya untuk membangun bangsa dan tanah air.

 

Millah Abraham

Dari pilihan bahasa, Millah Abraham berasal dari dua bahasa yang berbeda. Millah dari ejaan Arab sedang Abraham dari ejaan Ibrani. Abraham dengan Ibrahim adalah orang yang sama. Sebutan Abraham tentu lebih tua dibandingkan dengan sebutan Ibrahim. 

Di Indonesia urusan semantik, bunyi-bunyian bisa menimbulkan masalah. Panggilan Abraham umumnya digunakan oleh pemeluk agama Nasrani, sedangkan Islam menggunakan panggilan Ibrahim. Orang yang menggunakan panggilan Abraham bisa langsung divonis Nasrani sebaliknya yang menggunakan panggilan Ibrahim pasti Muslim. Jadi kalau ada nama seorang muslim Abraham Samad itu bagi sebahagian orang kedengaran aneh.

Lebih lagi tulisan Allah, meski keduanya pemeluk Islam dan Nasrani sama menuliskannya dan memaknainya sebagai Tuhan namun dari sisi pengucapan berbeda. Orang Nasrani mengucapkan sesuai dengan ucapan biasa, sementara yang Muslim mengucapkan berbeda seolah tulisannya seperti Awloh atau Owloh atau Auwloh. Sebutan Auwloh dari yang Muslim dipengaruhi oleh dialek Arab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun