Mohon tunggu...
Mahameru
Mahameru Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gafatar dan 'Orang Bodoh'  yang Mengikutinya

14 Februari 2016   17:55 Diperbarui: 14 Februari 2016   18:44 2988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Suasana di dalam partai yang egois membuat kita sebagai rakyat kehilangan respect. Mestinya partai punya sikap mulia, tunduk pada Presiden terpilih, menghargai, memberi kesempatan. Ego politik begitu kental. Sayang, Jokowi tak dapat berbuat apa-apa. Bagaimana mau melakukan revolusi mental jika mental partai sendiri saja tak bisa berubah, begitu gugatan banyak orang terdengar. 

Tanpa fase pembangunan sepertinya kita sudah tidak perduli. Seolah kita bekerja bangun bangsa dengan begitu saja. Tanpa fase, kita tak tahu kemana kita mau melangkah. Kapan terwujudnya masyarakat adil dan makmur itu terwujud? Apkah kita berbangsa hanya sebatas berbangsa saja? Untuk apakah cita-cita dan ideologi bangsa kita? Sampai kapan rakyat terus terbuai dengan janji dan mimpi-mimpi?

Dengan fase atau tahapan, kita punya langkah dan ukuran yang jelas. Kita tahu apa yang akan kita lakukan saat ini, esok dan ke depan. Dengan fase kita tahu sedang berada dimana dan berbuat apa. Dengan fase, kita bisa mencurahkan semua potensi yang kita miliki untuk diperbuat. Dengan fase, kita bisa fokus, konsentrasi pada satu titik. 

Saat ini tak ada kejelasan, apa fokus yang hendak kita lakukan. Apakah kita mau bangun badan dahulu atau jiwa dahulu ?. Bangun badan itu mudah, semudah membalikkan telapak tangan. Bangun badan sama dengan bangun fisik. Kita dengan mudah bangun rumah, jalan, jembatan, istana, gedung, dan fasilitas pembangunan lainnya. Namun kita kesulitan bangun jiwa bangsa ini. 

Pembangunan jiwalah yang sulit untuk dilakukan. Sebabnya, kita berperang dengan hawanafsu kita sendiri. Kita sudah menjadikan akal fikir kita sebagai Tuhan yang memerintahkan kita.

Pada gafatar fase pembangunan bertahap-tahap tidak bisa sambil jalan. Pembangunan dimulai dengan membangun jiwa terlebih dahulu. Tahapan pembangunan adalah hal yang pasti, seperti hidupnya pohon, seperti siklus kehidupan manusia, seperti pergantian malam dan siang. Ada tahapan yang berkesinambungan secara alamiah dan ilmiah. Ada masa dalam kandungan, ada lahir, ada bayi, ada dewasa, ada tua, dan kematian. Peradaban manusia juga berlangsung demikian. Ada tahap persiapan, ada kelahiran bangsa, ada pematangan, ada krisis, ada kematian.

Kematian Bangsa

Dulu saya tak percaya ada bangsa yang mati. Saya percaya manusia saja dan mahluk lainnya yang mati, bukan suatu bangsa. Namun setelah melihat kematian bangsa Romawi, Persia, Babilonia, Assyiria, Akkadia, saya percaya kehidupan suatu bangsa ada ajalnya juga. Setiap kelahiran pasti ada kematian adalah hukum alam. 

Saya baru sadar, ada lagu kebangsaan kita yang satu baitnya menyebut hari lahirnya bangsa Indonesia, "tujuh belas agustus tahun empat lima itulah hari kemerdekaan kita, hari merdeka, hari lahirnya bangsa indonesia". Pada saat merdeka kita lahir sebagai bangsa. Sebelumnya kita tidak ada. Jadi jelas ada tahapan seperti siklus kehidupan seorang manusia.

Kalau bangsa kita jelas kapan lahirnya, lantas kapan bangsa kita akan mati? Apakah sama seperti Romawi 700 tahun?, seperti bangsa Arab 700 tahun? Kita tidak tahu. Hanya waktu yang bisa menjawabnya. 

Kematian suatu bangsa banyak indikatornya. Beberapa diantaranya seperti pencaplokan oleh bangsa lain (kehilangan kedaulatan atas tanah dan sistem), membubarkan diri, memisahkan diri, atau tak punya ideologi. Bangsa tanpa keyakinan tidak akan dapat berdiri begitu kata Bung Karno. Kalau Pancasila tidak kita implementasikan percuma kita merdeka atau lahir ke dunia. Hanya menjadi budak bangsa lain sama saja dengan kematian begitulah makna ideologi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun