Mohon tunggu...
Mahameru
Mahameru Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gafatar dan 'Orang Bodoh'  yang Mengikutinya

14 Februari 2016   17:55 Diperbarui: 14 Februari 2016   18:44 2988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari ucapan yang berbeda masing-masing menjadi penanda apa yang menjadi keyakinannya. Perbedaan ucapan menjadi tidak sederhana. Perbedaan ucapan menjadi jurang pemisah karena dijadikan dasar untuk menggolongkan teman atau lawan. Semakin kuat kesadaran beragama maka semakin jelas perbedaan. Perbedaan, bahkan sudah dibentuk sejak masa kanak-kanak. Banyaknya sekolah berbasis agama tidak hanya menumbuhkan kesadaran beragama tapi juga kesadaran berbeda.

Dalam pergaulan umum, bahkan tidak jarang lawan bicara kita mesti bertanya lebih dahulu kepada kita...apakah kita jumatan atau mingguan. Orang merasa nyaman bicara dengan sesama jumatan atau sesama mingguan. Perlahan tapi pasti eksklusivisme kelompok mengental.

Saya sendiri sebelumnya tergolong Muslim tradisionil. Berfikir sektarian dengan menjunjung tinggi kebenaran kelompok. Saya bersyukur sejak mahasiswa sudah terbiasa bergaul dengan lingkungan yang terbuka. Meski bergaul dengan kalangan yang berbeda, urusan keyakinan tetap saja monolitik. Pandangan keagamaan saya tetap hitam putih. Sayapun tak tertarik untuk menelisik lebih jauh keyakinan orang lain apalagi sampai mempelajari kitab sucinya. Sudah kuat tertanam prinsip bagimu agamamu, bagiku agamaku.

Saya bersyukur selama di gafatar, urusan semantik, beda ejaan, beda bunyian, beda agama, beda suku, beda kitab suci, beda nabi, beda pemahaman bisa di selesaikan. Kita tidak lagi persoalkan hal-hal artifisial yang jauh dari nilai substansial. Kita keluar dari jebakan perbedaan yang selalu tampak menjadi penyebab konflik dan ketegangan. Paku doktrinal sektarian yang sudah menancap kuat perlahan mulai kendur dan ter- lepas.

Hasilnya, kita diperkenalkan dunia baru universal, kebenaran universal, kebenaran sejati yang berlaku bagi semua ummat manusia. Kami masuk dunia baru, dengan pandangan yang lebih terbuka, melintasi sekat agama, suku, warna kulit, ataupun kelompok. Kami sadar, semua kita bersaudara, semua ingin kehidupan fitrah, kehidupan damai sejahtera.

Kami mempelajari semua kitab-Nya yang memang memancarkan kebenaran paripurna. Tak tampak sedikitpun ada perbedaan disana, semua saling memperkuat satu sama lain. Memang demikianlah semua pembawa risalah, mereka hanyalah hamba Tuhan yang hanya tunduk patuh untuk menjalankan semua perintahnya. Mereka datang tidak dengan misi pribadi apalagi sampai menasbihkan diri yang terbaik dan paling sempurna. Mereka datang dan muncul hanyalah merupakan estafeta saja. Sudah alamiah, hukum alam berlaku, berkat dan kutuk selalu datang bergantian, bergiliran seperti bergantinya malam dan siang.

Sudah sejatinya, Bahasa Tuhan sesungguhnya adalah bahasa universal yang diturunkan kepada semua ummat manusia. Tuhan tidak memiliki bahasa tertentu, ejaan tertentu, ucapan tertentu atau bunyian tertentu. Tuhan datang tidak untuk bangsa tertentu. Tuhan datang tidak untuk kelompok atau kaum tertentu. Bahkan Tuhan tidak mungkin diidentikkan pada agama tertentu. 

Tuhan ada untuk semua ummat manusia, untuk semua mahluknya. Tuhan ada untuk memberi rahmat dan berkat bagi semua manusia. Tuhan ada untuk menjadi solusi, jalan keluar dari persoalan yang menimpa ummat manusia. Tuhan ada sudah tentu bukan untuk menambah masalah manusia bukan untuk menimbulkan peperangan antar manusia. Tuhan ada bukan untuk menggelorakan perangsuci atas namanya.

Tuhan ada bukan berdasarkan persepsi yang ada di dalam kepala manusia. Tuhan ada bukan Berdasarkan persepsi yang sudah dibentuk sesuai kepentingan tertentu. Tuhan yang Maha Besar ada tidak untuk menyelesaikan urusan kelompok kecil saja. Tuhan yang Maha Adil tidak hanya memberi keadilan kepada satu kelompok saja.

Jelaslah sebabnya Tuhan berbahasa universal bukan berbahasa sektarian. Bahasa Tuhan yang universal itulah yang digunakan semua pembawa misi risalahnya. Dengan bahasa universallah Tuhan memberi pemahaman kepada semua ummat manusia. Bahasa universal adalah hukum universal, hukum yang berlaku pada semua mahluk Tuhan. Hukum alam tidak hanya terjadi pada alam semesta raya saja tapi juga berlaku pada alam manusia (alam insan). Tidak hanya siang saja yang berganti malam, peradaban manusia juga silih berganti.

Misi universalitas itulah yang menjadi misi hakiki Abraham/Ibrahim. Selaku abdi Tuhan Abraham datang untuk menyampaikan misi risalah kepada semua anak cucunya. Abraham menyampaikan kebenaran universal. Abraham menyampaikan solusi bagi menyelesaikan masalah ummat manusia. Abraham menyampaikan konsep kebenaran, Jalan Kebenaran, Paham Kebenaran Sejati. Abraham menyampaikan pesan kudus kepada semua anak cucunya. Pesan yang akan menjadikan manusia kembali kepada kehidupan fitrahnya, pesan peradaban! Pesan yang berisi perintah Tuhan, agar manusia siapapun itu tidak menyekutukan Tuhan, jangan ada Tuhan lain selain Tuhan Semesta Alam, jangan mencuri, jangan berzina, jangan membunuh, jangan berdusta, serta berbudi pekerti luhur dan tidak berbuat zalim kepada sesamanya. Itulah pengertian Millah Abraham, itulah Jalan Abraham, itulah Konsep Abraham, itulah Konsep Jalan Kebenaran Sejati sebagai solusi bagi ummat manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun