Mohon tunggu...
Mahameru
Mahameru Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gafatar dan 'Orang Bodoh'  yang Mengikutinya

14 Februari 2016   17:55 Diperbarui: 14 Februari 2016   18:44 2988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak 2014 kita mulai ikut mengembangkan tepung ubi/mocaf (modified casava flavour) pengganti terigu. Bahkan gafatar punya pabrik mocaf mini dengan produksi satu hingga dua ton sehari. Untuk mendukung program makan ubi dan umbi kita kuga buat perlombaan pangan dari produksi lokal. Banyak kreasi bunda-bunda yang muncul untuk modifikasi makanan berbahan dasar ubi.

Kami berangan-angan, andailah bangsa Indonesia yang kita cintai ini melakukan gerakan budaya pangan ini, berapa banyak beras yang dapat kita hemat? Pasti kita tak lagi impor beras setiap tahun. Sementara produksi beras kita pasti akan bisa kita simpan di lumbung. Jika dalam jangka 5 tahun saja kita lakukan, pasti kita menjadi negara dengan cadangan pangan terbesar di dunia. 

Jika kita makan dari umbian lokal seperti ubi kayu, kentang, ubi rambat dan lainnya seperti pisang, jagung maka pasti kita akan sehat. Kita akan melepaskan diri kita dari jerat karbo beras saja. Kita pasti bebas dari impor pangan jenis apapun. Pasti semua rumah kita ditumbuhi oleh tanaman pangan, sayur mayur untuk kebutuhan kita sendiri. Ada sedikit kolam ikan yang bisa memenuhi kebutuhan protein kita sendiri. 

Pengalaman punya kolam ikan membuktikan demikian. Di rumah kami yang kecil saya sibuk membuat tatakan untuk tempat polibag. Beragam sayur mayur saya tanam. Saya juga buat kolam ikan lele mungil cukup untuk 200 ekor ikan. Saya tidak membayangkan  sebelumnya bisa melakukan kegiatan ini sebab saya bukan petani sebelumnya. 

Mungkin tetangga saya pada bingung, saya tiba-tiba mulai sibuk dengan sayur mayur dan ikan. Tidak jarang aroma kolam ikan lele di depan rumah yg bersebelahan dg dinding tetangga keluar menyengat. Saya langsung ganti airnya takut tetangga marah. Kami bahkan buat gerakan pangan ini sebagai identitas. Jika dirumahnya tidak ditemukan polibag sayur mayur maka itu bukan kader gafatar. Kami gembira dan semangat menyambut kehidupan baru dibidang pangan ini.

Saya ingat panen lele pertama saya tergolong sukses. Dari 150 ekor anakan yang saya tanam hasilnya selama 2 bulan mencapai 40 kg. Semuanya diambil teman-teman, mereka membelinya. Begitulah seterusnya saya lakukan di kolam kecil itu. Anak-anak pun gembira bisa memberi makan ikan dan bercocok tanam. Hanya saja untuk tanaman saya tergolong belum sukses. Saya hanya berhasil tanam sawi dan kangkung. Untuk bayam sering gagal panen. 

Kegiatan rumah pangan mandiri (RPM) tampak 'sepele' namun jika semua keluarga melakukannya pasti akan menjadi luar biasa. Pasti akan menjadi sesuatu bagi bangsa dan pasti dunia akan terpengaruh. Kami tahu pemerintah sudah melakukannya. Namun dilapangan tampak hanya sebatas program saja. Keberlanjutan pasca program tidak tampak. 

Kebijakan pemerintah banyak yang bagus. Namun keberlanjutannya sering tidak ada. Karena, pelaksana dan kelompok sasaran tak punya mental yang kuat untuk melaksanakannya. Banyak program sebatas program saja. Penanaman nilai-nilai luhur dan karakter tak pernah ada. Kalaupun ada tak pernah berbekas. Ada satu dua yang berhasil namun itu menjadi kasuistik, dan tak punya daya gebrak yang kuat.

Pada gafatar semua dibalik, penguatan mental-spritual lah yang utama. Jika urusan mental sudah kuat maka program apapun akan berjalan dengan baik. Kunci sukses program bukan pada programnya tapi pada nilai-nilai yang dimiliki oleh pelakunya. Kunci utamanya bukan pada bagusnya program tapi pada komitmen manusianya. Manusialah sebagai pusat pembangunan. Pembangunan mental-sprituallah yang mestinya kita lakukan terlebih dahulu.

 

Gotong Royong Sebagai Identitas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun