Mohon tunggu...
Lidya
Lidya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halo sobat!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia

1 Juli 2024   10:40 Diperbarui: 3 Juli 2024   20:03 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

HUKUM HAK ASASI MANUSIA (HAM) DI NEGARA INDONESIA

ARTIKEL INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) PENGANTAR ILMU POLITIK

Penulis Artikel: Lidya

NPM: 202210415085

Dosen Pengampu: Saeful Mujab, S.Sos., M.I.Kom

ABSTRACT

Talking about human rights, we recognize human rights as something more basic. A person's right to be able to do and own something, these rights become a protection for a person against people who might want to hurt him. Because when people do not know human rights, violations will occur such as discrimination, injustice, intolerance, oppression and slavery (Nurdin and Athahira, 2022: 20). 

According to Mahfud (2000), Human Rights Law is defined as a legal policy on human rights that involves the policy of a country where human rights law is made for how human rights law should be made to build changes for a better future, such as the life of a country that is free from human rights violations, the first of which has certainly been carried out by the authorities.

ABSTRAK

Berbicara tentang HAM, kita mengenal HAM sebagai sesuatu yang lebih mendasar. Sebuah hak, seseorang dapat dan boleh melakukan ataupun memiliki sesuatu, hak-hak tersebut menjadi sebuah perlindungan bagi seseorang terhadap orang-orang yang mungkin hendak menyakitinya. Sebab ketika masyarakat tidak mengetahui HAM maka akan terjadi pelanggaran-pelanggaran seperti, deskriminasi, ketidakadilan, intoleransi, penindasan dan juga dapat terjadi perbudakan (Nurdin dan Athahira, 2022:20). 

Menurut Mahfud (2000) Hukum Hak Asasi Manusia di definisikan berupa suatu kebijakan hukum (legal policy) tentang HAM yang melibatkan kebijakan suatu negara dimana hukum tentang HAM dibuat untuk bagaimana semestinya hukum HAM dibuat sebagai membangun perubahan pada masa depan yang lebih baik, yaitu seperti kehidupan negara yang bersih dari pelanggaran HAM, yang pertama tentunya telah dilakukan oleh penguasa.

LATAR BELAKANG

Negara (Indonesia) merupakan arti dari perkataan state (Inggris), staat (Jerman dan Belanda) atau Etat (Perancis) yang dicerna dari bahasa Latin status atau statum yang berarti memiliki sebuah sifat-sifat yang tetap dan tegak (Anwar, 2013:33).  Negara merupakan suatu organisasi wilayah yang dapat memaksakan kekuasannya secara sah kepada semua golongan kekuasaan lainnya dan dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu. 

Negara menetapkan cara-cara dan batas-batas sampai dimana kekuasaan dapat digunakan dalam kehidupan bersama itu, baik oleh individu dan golongan atau asosiasi, maupun oleh negara sendiri. Dengan hal tersebut ia dapat mengintegrasikan dan membimbing kegiatan-kegiatan sosial dari penduduknya ke arah tujuan bersama (Soelistyati, 59-60). 

Negara Indonesia sangat melekat sekali dengan Hak Asasi Manusia (HAM) dimana setiap individu memiliki hak-hak kehidupannya masing-masing. Berbicara tentang Hak Asasi Manusia (HAM) tentunya pada era reformasi saat ini merupakan hal dan bagian penting dari kemajuan demokrasi (Budiardjo, 2016). 

Indonesia merupakan negara hukum bahwa yang harus dilandasi terhadap hukum yang berlaku termasuk dalam hal Hak Asasi Manusia (HAM). Banyak kasus dan fenomena Hak Asasi Manusia di Indonesia dengan hukum selalu menjadi persoalan dalam hal politik negara di Indonesia.

Hak Asasi Manusia merupakan hak yang mendasar, hal ini menjelaskan bahwa ada hak yang dimiliki seseorang bahwa ia memiliki suatu keistimewaan yang dapat memungkinkan diri individu diperlakukan sesuai keistimewaan yang dimilikinya. Dengan demikian setiap individu memiliki hak tersebut dengan keistimewaanya akan tetapi masing-masing individu haruslah saling menghormati dengan keistimewaan yang dimilikinya, bersikap dengan sesuai dengan keistimewaan pada diri orang lain. 

Hak Asasi Manusia (HAM) dibutuhkan manusia untuk melindungi diri dari martabat kemanusiaannya, dan dapat melandasi moral dalam berperilaku dan bertindak dengan sesama manusia lainnya, dalam hal ini bahwa setiap hak terdapat kewajiban yang melekat. Sebab itulah penerapan HAM, negara, hukum, pemerintah dan manusia memiliki kewajiban untuk dapat memperhatikan dan menghormati serta menghargai hak asasi dan kewajiban asasi (Gunakaya, 2017).

Menurut R. Soeroso, Pengertian Hukum adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang yang berguna untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah, melarang dan memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya. 

Pengertian Hukum lainnya menurut Abdulkadir Muhammad adalah segala peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya. (Yuhelson, 2017:5).

Menurut Mahfud (2000) Hukum Hak Asasi Manusia di definisikan berupa suatu kebijakan hukum (legal policy) tentang HAM yang melibatkan kebijakan suatu negara dimana hukum tentang HAM dibuat untuk bagaimana semestinya hukum HAM dibuat sebagai membangun perubahan pada masa depan yang lebih baik, yaitu seperti kehidupan negara yang bersih dari pelanggaran HAM, yang pertama tentunya telah dilakukan oleh penguasa.

PERTANYAAN

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka pertanyaan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Pengadilan pada Hukum Hak Asasi Manusia (HAM) di negara Indonesia?

2. Apa contoh kasus dari pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)?

TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari penulisan ini yang berjudul Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) di Negara Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Dapat mengetahui apa itu HAM.

2. Dapat mengetahui sejarah dan perkembangan HAM.

3. Dapat mengetahui karakteristik HAM.

4. Dapat mengetahui Praktik Nasional mengenai Norma HAM yang Bersifat Mengikat.

5. Dapat mengetahui bagaimana mekanisme penegakkan HAM di Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)

Menurut pandangan kodrat, hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia itu sendiri. Oleh karena itu, hak asasi manusia pada mulanya digolongkan sebagai hak kodrati, yaitu hak yang melekat pada diri manusia bahkan ketika ia masih dalam kandungan ibunya (Nawawi, 2017). 

Berbicara tentang HAM, kita mengenal HAM sebagai sesuatu yang lebih mendasar. Sebuah hak seseorang dapat dan boleh melakukan ataupun memiliki sesuatu, hak-hak tersebut menjadi sebuah perlindungan bagi seseorang terhadap orang-orang yang mungkin hendak menyakitinya. 

Sebab ketika masyarakat  tidak mengetahui HAM maka akan terjadi pelanggaran-pelanggaran seperti, deskriminasi, ketidakadilan, intoleransi, penindasan dan juga dapat terjadi perbudakan (Nurdin dan Athahira, 2022:20). Berikut di bawah ini merupakan definisi mengenai HAM menurut para ahli:

  • Menurut Peter R. Baehr

HAM adalah hak-hak dasar yang sudah ada dalam diri setiap manusia yang dapat digunakan untuk perkembangan dirinya. Hak-hak ini bersifat mutlak dan tidak bisa diganggu gugat.

  • Menurut John Locke

HAM adalah hak-hak alamiah manusia (natural rights), seperti hak untuk hidup, hak kemerdekaan, dan hak milik.

  • Menurut Miriam Budiardjo 

HAM adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya.

  • Menurut Eleanor Roosevelt

HAM adalah hak-hak dasar yang dibawa manusia sejak lahir yg melekat pada esensinya sebagai manusia.

2. Sejarah dan Perkembangan HAM di Indonesia

  • Periode awal tentang perdebatan HAM 

Soekarno dan Supomo menyampaikan pendapat bahwa hak-hak warga negara tidak perlu dijelaskan dalam UUD 1945. Ini bergantung pada perspektif mereka terhadap asas negara yang tidak berasaskan pemikiran liberal dan kapitalis. 

Menurut Soekarno, jaminan perlindungan hak rakyat berasal dari Revolusi Perancis yang menjadi dasar dari paham liberalisme dan egoisme yang mendorong timbulnya imperialisme dan pertempuran antar manusia. Hingga Soekarno berharap negara yang akan dibangun berdasarkan prinsip kebersamaan atau gotong-royong, dan tidak perlu adanya jaminan hak warganegara.

Sedangkan Moh. Hatta dan Yami memperjuangkan haknya, dia tidak melanggar aturan. Dia tetap bersikap adil dan tidak menyalahgunakan kekuasaannya. Sampai dan ke-Kanan sangat mendesak dimasukkan hak warga negara dalam bagian dalam UUD 1945. Walaupun setuju menolak kebebasan dan individualisme, namun terdapat kecemasan dengan adanya keinginan memberikan kuasa secara luas kepada negara sehingga dapat menyebabkan otoritarianisme. 

Hatta dan YaminPerspektif Moh. Bahkan dari sisi kanan yamin kemudian mendapat dukungan dari anggota BPUPKI lainnya dengan kesepakatan untuk menghindari otoriter, maka perlu diberikan jaminan bagi hak rakyat. Perjanjian ini akhirnya tercantum dalam UUD 1945 dengan ide yang terbatas.

Konsep yang dipakai pada masa itu adalah "Hak rakyat" bukan "Hak Asasi Manusia". Konsep "Keistimewaan warga negara" ini tidak mengakui hak-hak asasi/natural right. Sehingga memposisikan negara sebagai pengatur hak-hak bukan sebagai "pelindung hak asasi manusia" seperti yang diatur dalam sistem perlindungan internasional HAM (Nurdindan dan Athahira, 2022:24-26).

  • HAM dalam konstitusi baru

Pada masa reformasi ini, perdebatan tentang konstitusional perlindungan HAM kembali timbul, namun perdebatannya tidak lagi tentang konsep-konsep HAM seperti sebelumnya, melainkan sudah membahas terkait dasar hukum bagi HAM itu sendiri. Apakah diputuskan dengan TAP MPR atau dimasukkan dalam UUD. Pada sidang tahunan MPR di tahun 2000, perjuangan untuk memasukkan HAM kedalam UUD 1945 berhasil dicapai dan dimasukkan kedalam Bab XA yang berisi 10 pasal HAM pada amandemen kedua UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 2000, yang mencakup hak-hak sipil politik, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. 

Dalam bab ini juga dicantumkan pasal tentang tanggung jawab pemerintah dalam perlindungan dan penegakkan HAM. Penegakkan dan perlindungan HAM secara demokratis yang dijamin dan diatur dalam peraturan perundang-undangan. Amandemen kedua ini merupakan prestasi gemilang yang dicapai MPR pada pasca orde baru dalam memperjuangkan perlindungan HAM (Nurdin dan Athahira, 2022:26-27).

  • Undang-undang Hak Asasi Manusia

Sebelum proses amandemen konstitusi, presiden sudah terlebih dahulu mengajukan rancangan Undang-undang HAM ke DPR untuk dibahas sehingga dalam waktu singkat, pada tanggal 23 september 1999 disahkan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia sebagai turunan dari Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.

Kewenangan yang dijamin didalam Undang-Undang ini meliputi pengakuan terhadap kewenangan sipil, kewenangan ekonomi, sosial budaya, pengakuan terhadap kewenangan kelompok seperti anak, perempuan dan kewenangan masyarakat adat. 

Peraturan ini mengakui "hak alamiah" sebagai hak fitrah yang sudah melekat pada setiap manusia. Peraturan ini telah mengadopsi standar-standar yang terdapat dalam instrumen HAM internasional. Dalam peraturan ini juga diatur pembentukan badan yang menaungi HAM dan pembentukan pengadilan HAM (Nurdin dan Athahira, 2022:28).

3. Karakteristik HAM

Mengutip dari buku Nurdin dan Athahira (2022:21-22) yang berjudul "HAM, Gender dan Demokrasi". Dalam penyelenggaraannya, HAM memiliki beberapa karakteristik tertentu yaitu (Hurriyah, 2021):

  • Universal: HAM bersifat umum dan berlaku bagi semua orang tanpa terkecuali.
  • Inalienable: HAM tidak bisa dicabut oleh siapapun.
  • Interconnected: Dalam HAM, Hak-hak yang terdapat didalamnya salingn bergantung dan berkaitan dengan hakhak lainnya.
  • Equal: HAM berlaku sama dan setara bagi setiap manusia.
  • Indivisible: HAM tidak bisa dibagi-bagi antara satu orang dengan yang lainnya. Karena setiap orang sudah membawa HAM nya masih-masing semenjak ia dilahirkan ke dunia.
  • Non-discriminatory: HAM tidak boleh diberlakukan secara diskriminatif terhadap seseorang atau sekelompok orang.
  • Internationally guaranteed: HAM sudah dijamin dalam berbagai instrumen hukum internasional. Meskipun diawal generasi perkembangan HAM mendapatkan perlawanan dari beberapa negara.
  • Legally protected: Keberadaan HAM dijamin dan dilindungi oleh hukum internasional maupun hukum nasional yang berlaku dalam suatu negara.
  • Protects individuals and groups: HAM melindungi setiap manusia baik secara individu maupun kelompok.
  • Cannot be taken away: HAM tidak bisa diambil oleh siapapun. Karena setiap orang memiliki HAM nya masing-masing dan orang lain berkewajiban untuk menghargai HAM setiap orang.
  • Obliges States and state-actors: Perlindungan HAM setiap negara menjadi pada kewajiban negara dan actor aktor yang terlibat dalam suatu negara tersebut.

4. Praktik Nasional mengenai Norma HAM yang Bersifat Mengikat

A. Mengidentifikasi Norma-Norma HAM

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tidak memiliki lembaga pilar

legislasi yang memiliki kekuasaan dalam menerapkan hukum secara langsung, seragam, dan mengikat semua negara. Akan banyak ketetapan-ketetapan HAM yang esensial sebenarnya terletak di dalam peraturan hukum HAM global yang berada di luar kesepakatan, tidak mengikat secara hukum tetapi masih dipakai

sebagai acuan. Jika alat HAM internasional tidak secara sah mengikat terhadap suatu negara, karena bukan merupakan negara pihak ataupun alat tersebut tidak dianggap sebagai alat hukum kebiasaan internasional. Maka alat tersebut dapat memiliki kekuatan etis ataupun kebijakan untuk menekan pemerintahan suatu negara dalam mematuhi standar-stanar HAM tertentu (Nurdin dan Athahira, 2022:68-69).

 

B. Norma HAM yang bersifat mengikat

  • Penggunaan undang-undang di Pengadilan.

Mahkamah nasional memberikan tanggapan terhadap sebuah kasus tentang hukum lokal yang harus diinterpretasikan sesuai dengan standar HAM internasional. Ini terjadi pada kasus-kasus di mana peraturan hukum lokal tidak sesuai dan melanggar norma-norma hak asasi manusia internasional. 

Keputusan pengadilan dalam negeri yang merujuk pada alat HAM internasional sebagai pertimbangan hukumnya sering menjadi yurisprudensi dalam praktik hukum selanjutnya di negara tersebut. Akibatnya, memicu perubahan instrumen hukum nasional yang tidak sesuai sehingga menjadi pelanggaran hukum HAM internasional (Nurdin dan Athahira, 2022:70).

  • Pemanfaatan peraturan dalam UUD.

Negara-negara di jagad raya bisa mengakomodasi peraturan peraturan HAM internasional pada pernyataan-pernyataan HAM ke dalam undang-undang lokal negara tersebut. Faedah-faedah yang diberikan dapat digunakan oleh individu dan menjadi peraturan dalam suatu negara tersebut.

Ini bergantung pada sistem dan mekanisme hukum yang berlaku pada negara tersebut dan berbeda dengan negara lainnya. Standar HAM yang terdapat dalam hukum kebiasaan internasional dapat dimasukkan dalam hukum nasional yaitu dengan menghilangkan peraturan perundangan yang bertentangan atau melalui praktik dan kebijakan pemerintah (Nurdin dan Athahira, 2022:70).

 

C. Praktik Negara dalam Hukum Internasional

Dalam prakteknya ada beberapa negara yang memiliki hubungan kuat dengan kepentingan internasional mendapat kesempatan yang besar untuk berkontribusi dalam praktek hukum internasional. Partisipasi dari praktik negara ini muncul dalam pertemuan badan internasional terutama pada Sidang Umum PBB dalam pengambilan keputusan atau ekspresi suatu pandangan mengenai suatu hal dan adanya bukti yang membandingkan dalam

praktik suatu negara terhadap suatu kasus HAM tertentu. Dalam praktik suatu negara dalam menetapkan peraturan hukum internasional yang relevan, maka sangat penting memperhatikan setiap pihak berwenang yang terlibat. 

Hal ini sering diperdebatkan dalam hal apa yang seharusnya dilakukan suatu negara serta hal-hal yang dapat mewakili hukum. Apabila memperhatikan jumlah masyarakat internasional, kegiatan ini tidak perlu melibatkan negara seragam

secara keseluruhan. Meskipun harus ada tingkat keterlibatannya, khususnya bagi negara yang tidak memiliki keberatan secara mendasar. Ada beberapa kejadian di mana International Court of Justice (ICJ) menolak tuntutan aturan yang berlaku dalam suatu negara dengan alasan tidak adanya konsistensi praktik pelaksanaannya (Nurdin dan Athahira, 2022:71).

5. Mekanisme Penegakkan HAM di Indonesia

Penegakkan Hak Asasi Manusia (HAM) pada negara Indonesia melibatkan Lembaga-lembaga negara yaitu seperti yang dijelaskan dibawah ini (Nurdin dan Athahira, 2022: 84-90):

A. Mahkamah Konstitusi (MK)

Mahkamah Konstitusi dalam hal ini memiliki wewenang dalam menguji undang-undang terhadap konstitusi yang dikenal dengan uji konstitusionalitas (constitutional review). Dalam proses di Indonesia, uji konstitusional didasarkan pada prinsip bahwa undang-undang yang diuji telah merugikan hak/kewenangan konstitusional pemohonnya. 

Pengadilan konstitusi yang telah diamanatkan dalam UUD 1945 sebagai lembaga yang berwenang melakukan tinjauan konstitusional dalam beberapa hak yang secara meyakinkan "ditegakkan" yaitu dikabulkan melalui putusan Pengadilan Konstitusi dalam melakukan pemeriksaan terhadap undang-undang.

B. Komisi Nasional HAM (Komnas HAM)

Badan nasional HAM merupakan sebuah lembaga yang menangani isu HAM dalam upaya untuk memajukan kesejahteraan dan melindungi HAM. Ketokohannya secara global yakni mitra kerja dari Komisi HAM PBB di level internasional. Di Indonesia, Komnas HAM mulai terbentuk didirikan berdasarkan Keppres No. 50 Tahun 1993 yang kemudian diperkuat dengan UU No. Undang-undang tahun 1999 mengenai HAM. Komnas HAM dipandu dengan prinsip-prinsip Paris 1991 yaitu:

  • Prinsip independensi. Prinsip ini diatur dalam penjelasan Pasal 1 butir 7 UU No. 39 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa "Komisi Nasional Hak Asasi Manusia adalah lembaga mandiri yang berkedudukan setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi hak asasi manusia".
  • Prinsip pluralisme. Prinsip ini mencerminkan bahwa dalam keanggotaannya, Komnas HAM harus berasal dari latar belakang yang beragam.  Hal ini adalah untuk menjaga legitimasi masyarakat, politik, independensi dan representasi masyarakat.

C. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)

Komisi Perlindungan Anak Indonesia adalah Lembaga independen yang dibentuk berdasarkan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak. KPAI ini dibentuk dalam upaya untuk menanggapi beragam laporan tentang

kekerasan, pengabaian, dan ketidakpenuhan hak dasar anak-anak di Indonesia. KPAI juga terbentuk atas adanya desakan dari dunia internasional atas perhatiannya terhadap kondisi anak-anak di Indonesia yang didasari

adanya Konvensi Hak Anak (Convention on the right of child).

D. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap perempuan

Komisi Nasional anti kekerasan terhadap Perempuan yang disebut dengan Komnas perempuan merupakan badan HAM yang didirikan untuk menanggapi permasalahan hak wanita sebagai bagian dari HAM, khususnya terkait permasalahan kekerasan terhadap perempuan. 

Komnas perempuan berdiri berdasarkan Keputusan Presiden No. Tahun 1998, muncul sebagai tanggapan terhadap tuntutan kelompok perempuan menyusul tragedi Mei 1998, yaitu serangan seksual massal terhadap perempuan etnis Tionghoa di beberapa daerah di Indonesia. Ketika kejadian itu terjadi, negara dianggap gagal memberikan perlindungan terhadap wanita korban kekerasan. Berdasarkan Keputusan Presiden No.181 Tahun 1998 yang kemudian diperbarui dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 65 Tahun 2005, Komnas Perempuan bertujuan untuk:

  • Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakan hak-hak asasi perempuan di Indonesia;
  • Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan di Indonesia

E. Komisi Ombudsman Nasional (KON)

Komisi pengawas negara didirikan berdasarkan adanya semangat reformasi untuk merapikan kembali kehidupan bangsa dan negara dalam melaksanakan reformasi birokrasi. Kegiatan yang dilakukan oleh Ombudsman secara esensial adalah dalam rangka untuk memastikan tidak ada pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara khususnya terhadap pelanggaran hak ekonomi, sosial dan budaya.

METODE PENULISAN (KEPUSTAKAAN)

A) 

Judul                                : Negara Demokrasi dan Hak Asasi Manusia

Peneliti                            : Ellya Rosana

Volume & Halaman       : Vol.12 - No. 1

Kesimpulan                    : Prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat dapat menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang diterapkan dan ditegakkan benar-benar mencerminkan perasaan keadilan masyarakat. 

Hukum dan peraturan perundang-undangan tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh dan atau hanya untuk kepentingan penguasa. Hal ini bertentangan dengan prinsip demokrasi. Hukum tidak dimaksudkan untuk hanya menjamin kepentingan beberapa orang yang berkuasi, melainkan menjamin kepentingan keadilan bagi semua orang.

B)

Judul                                : Hak Asasi Manusia, Gender, dan Demokrasi

Penulis                             : Prof. Dr. Nurliah Nurdin, S.Sos, MA dan Astika Ummy Athahira, S.STP, M.Si

Kesimpulan                    : 

Pada dasarnya HAM merupakan hak-hak dasar (natural right) yang dibawa manusia sejak lahir yg melekat pada esensinya sebagai manusia. HAM dapat berupa hak atas hidup, hak kebebasan, dan hak milik yang terpisah dari pengakuan politis yang diberikan oleh negara.

Sejarah dan perkembangan Pemikiran HAM diawali dengan munculnya berbagai peristiwa-peristiwa penting di dunia sebagai respon atas berbagai kasus pelanggaran HAM diantaranya adalah Magna charta, Revolusi Amerika, dan Revolusi Perancis.

HAM memiliki beberapa karakteristik diantaranya yaitu: bersifat universal, tidak dapat dicabut oleh siapapun, saling tergantung dan berkaitan antara satu hak dengan hak lainnya, berlaku sama bagi setiap manusia, tidak bisa dibagi satu dengan lainnya, tidak bersifat deskriminatif, dijamin dan dilindungi dalam hukum internasional.

Praktik penyelenggaraan HAM di Indonesia pada awalnya menuai pertentangan dari beberapa pendiri negara. Meskipun begitu, pasca reformasi barulah kemudian penyelenggaraan HAM diatur dalam konstitusi yaitu UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menjadi instrumen pokok penyelenggaraan HAM di Indonesia.

Penegakkan HAM di Indonesia melibatkan beberapa lembaga negara yaitu Mahkamah konstitusi, Komisi Nasional HAM (Komnas HAM), Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Nasional Perempuan dan Komisi Ombudsman Nasional.                   

 

C)

Judul                    : Hukum Hak Asasi Manusia

Penulis                 : Rhona K.M. Smith, Njl Hstmlingen, Christian Ranheim dan kawan-kawan.

Kesimpulan        : Pertanggungjawaban pelanggaran berat hak asasi manusia oleh rezim masa lalu merupakan agenda bagi setiap pemerintahan transisional karena di sana terkandung hak untuk mengetahui kebenaran (rights to know the truth), hak atas keadilan (rights to justice), dan hak atas martabat manusia (rights to human dignity). 

Tugas pemerintahan transisi adalah menyediakan mekanisme bagi pertanggungjawaban rezim masa lalu, dan itu tidak hanya menjadi monopoli dari kewenangan yuridiksi universal masyarakat internasional, tetapi juga menjadi kewajiban politik dan hukum setiap pemerintahan transisi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A) Hasil

Sejak penaklukan Indonesia ke Timor Timur pada tahun 1975, banyak terdapat pola penyelewengan hak asasi manusia serius di daerah tersebut. Angkatan Bersenjata Indonesia (ABRI) dan pasukan-pasukan bersenjata serta militer yang bersenjata dan dilatih oleh ABRI, bertanggungjawab atas berbagai aksi kekerasan dan penyiksaan termasuk eksekusi mati diluar proses hukum dan penindasan terhadap sebagian besar penduduk Timor Timur. 

Selama berlangsung jajak pendapat di Timor Timur, berbagai kelompok gerilyawan yang bekerjasama dengan TNI dan petugas polisi, melakukan kampanye terencana untuk mengacaukan penentuan pendapat atau menakut-nakuti rakyat untuk memilih otonomi khusus sebagai bagian dari Indonesia.

Setelah pemungutan suara yang menentukan masa depan Timor Timur berlangsung pada tanggal 30 Agustus 1999, kelompok-kelompok bersenjata dan TNI melakukan serangkaian tindakan kekerasan yang terorganisir terhadap penduduk Timor Timur. Di seluruh wilayah Timor Timur, hunian dan berbagai struktur lainnya dihancurkan dan ratusan ribu penduduk Timor Timur melarikan diri ke daerah-daerah pegunungan untuk menghindari konflik dan tindakan kekerasan. 

Lebih dan 200.000 orang lari atau dipaksa pergi dari Timor Timur oleh TNI dan para anggota pasukan bersenjata. Mereka kini mengungsi di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan daerah-daerah Indonesia lainnya. Walaupun berita mengenai situasi para pengungsi sukar dipastikan, Amnesty International menerima berbagai laporan yang dapat dipercayai bahawa para pengungsi terus-menerus mengalami tindakan kekerasan, ancaman, dan intimidasi dari anggota-anggota milisi. Tindakan-tindakan tersebut termasuk penangkapan dan eksekusi tanpa proses hukum.

 Serangan-serangan terhadap penduduk Timor Timur yang terjadi secara meluas dan sistimatis tersebut yang dilakukan oleh aparat keamanan Indonesia dan kelompok-kelompok milisi, termasuk dalam kategori kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang. Untuk pelaku tindak kriminal tersebut harus diserahkan ke meja hijau. Larangan sesuai konvensi internasional, individu-individu di dalam entitas pemerintahan Indonesia dan hierarki komando

angkatan bersenjata bertanggung jawab atas pelanggaran-pelanggaran terhadap kemanusiaan atau pelanggaran-pelanggaran perang yang dilakukan oleh bawahannya, apabila mereka mengetahui bahwa tindakan pelanggaran tersebut terjadi dan tidak mengambil langkah untuk mencegahnya. 

Azas tanggung jawab pidana saya mencakup tindak kriminal yang dilakukan oleh anggota pasukan bersenjata yang bukan bagian resmi dari struktur militer tetapi bertindak di bawah kontrol otoritas militer. Usaha menghakimi individu-individu untuk memastikan mereka memikul tanggung jawab sepenuhnya atas kejahatan

yang dilakukan sangat krusial bagi masa depan Timor Timur (Amnesty International:1999). 

Pengadilan Hak Asasi Manusia Indonesia adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran berat hak asasi manusia. Definisi pelanggaran berat

hak asasi manusia dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 104 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa pelanggaran berat hak asasi

manusia adalah (Smith dkk: 2008):

"pembunuhan massal (genocide), pembunuhan sewenang-wenang atau

di luar putusan pengadilan (arbitrary/extra judicial killing), penyiksaan,

penghilangan orang secara paksa, perbudakan, atau diskriminasi yang

dilakukan secara sistematis (systematic discrimination)".

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 sendiri tidak mendefinisikan pengertian istilah "pelanggaran berat hak asasi manusia", melainkan hanya menyebut kategori kejahatan yang merupakan pelanggaran berat hak asasi manusia, yakni: kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan genosida Yang dimaksudkan dengan kejahatan genosida adalah:

 "setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan

atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok

etnis dan kelompok agama, dengan cara:

  • membunuh anggota kelompok;
  • mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
  • menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagian;
  • memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan memaksakan kelahiran di dalam kelompok; dan
  • memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain"

Selanjutnya, yang dimaksud dengan kejahatan terhadap kemanusiaan

adalah:

 "salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang

meluas dan sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan

secara langsung terhadap penduduk sipil berupa:

  • pembunuhan;
  • pemusnahan;
  • perbudakan;
  • pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
  • perampasan kemerdekaan atau perampasan secara fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
  • penyiksaan;
  • perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentukbentuk kekerasan seksual lain yang setara;
  • penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
  •  penghilangan orang secara paksa; atau
  •  kejahatan apartheid".

Namun, implementasi Pengadilan Khusus Hak Asasi Manusia untuk Timor-Leste dan Tanjung Priok masih sangat minim dan terbukti tidak memadai dalam hal perlindungan saksi dan korban. 

Misalnya, ruang sidang mudah diakses oleh orang-orang yang tidak berkepentingan, dan identitas saksi tidak dirahasiakan dari publik. Alasan lainnya termasuk kurangnya perumahan yang aman, perlakuan pihak berwenang terhadap korban dan saksi, kurangnya persiapan dan pengalaman pihak berwenang, dan tingginya biaya jika saksi  tidak mau menghadiri persidangan. 

Karena kurangnya saksi, kebenaran tidak terungkap dengan baik sehingga menghasilkan putusan yang bertentangan dengan rasa keadilan. Selain itu, prinsip persidangan yang cepat dan ekonomis tidak tercapai karena seringnya terjadi penundaan dan perubahan tanggal persidangan karena kurangnya saksi (Smith dkk, 2008:313)

Mengutip dari buku Hukum Hak Asasi "Mengenai kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 menyatakan bahwa "setiap korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan atau ahli warisnya dapat memperoleh kempensasi, restitusi, dan rehabilitasi" (Pasal 35 ayat (1)) (huruf tebal oleh penulis). 

Penggunaan kata dapat memberikan konsekuensi hukum bahwa kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi tidak diakui oleh Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 sebagai "hak" dan hanya diberikan kepada korban pelanggaran berat hak asasi manusia atau ahli warisnya apabila dicantumkan dalam keputusan Pengadilan Hak Asasi Manusia, atau sesuai dengan tuntutan penuntut umum. Sehingga kata "dapat" menjadikan kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi tidak harus (huruf tebal oleh penulis) diberikan kepada korban pelanggaran berat HAM atau ahli warisnya" (Smith dkk, 2008:314).

B) Pembahasan

Memburuknya keadaan keamanan dan Hak Asasi Manusia di Timor Timur setelah jajak pendapat tahun 1999 menarik perhatian komunitas internasional, terutama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), untuk mengambil langkah-langkah yang dianggap penting untuk memperbaiki situasi tersebut. Sesuai dengan laporan Komisi Penyidik Pelanggaran (KPP) Hak Asasi Manusia untuk Timor Timur, terdapat beberapa pelanggaran berat hak asasi manusia, termasuk pembunuhan massal, penyiksaan dan penganiayaan, penghilangan paksa, kekerasan berbasis gender, pemindahan penduduk secara paksa, dan pembumihangusan.

Majelis Keamanan PBB (MK PBB) kemudian mengeluarkan Resolusi Nomor 1264 Tahun 1999 yang berisi mengutuk pelanggaran serius hak asasi manusia yang terjadi pasca pemungutan suara di Timor-Timur, serangan terhadap petugas kemanusiaan nasional dan internasional, dan penderitaan penduduk sipil akibat evakuasi paksa secara besar-besaran. Karena itu, DK PBB mempersilakan para pelaku pelanggaran berat hak asasi manusia tersebut bertanggung jawab atas perbuatannya di hadapan pengadilan.

Didirikan Pengadilan Hak Asasi Manusia Indonesia memang tidak terlepas dari tekanan masyarakat internasional kepada Pemerintah Indonesia untuk segera mengadili para pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi di Timor Timur. Didirikannya pengadilan ini merupakan salah satu upaya Indonesia untuk melaksanakan kewajiban internasionalnya dengan memanfaatkan seoptimal mungkin mekanisme hukum nasional untuk menangani pelanggaran hak asasi manusia di dalam negeri (penyelamatan upaya hukum lokal). Ini pasti untuk mencegah masuknya sistem hukum internasional untuk mengadili penduduk Indonesia yang diduga melakukan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia. Karena dalam hukum internasional, pengadilan internasional tidak dapat secara langsung menggantikan peran pengadilan nasional tanpa melangkahi peran pengadilan nasional suatu negara.

Namun, sikap Pengadilan Hak Asasi Manusia Indonesia tidak sama sekali berarti menutup peluang terbentuknya Pengadilan Hak Asasi Manusia Internasional Ad Hoc bagi Indonesia jika Pengadilan Hak Asasi Manusia Indonesia tidak berjalan sesuai dengan standar internasional.

Dimensi-dimensi kegagalan lembaga peradilan nasional tersebut adalah keengganan mengadili dan ketidakmampuan. Ini bermakna bahwa Indonesia harus menunjukkan kejelasan untuk memberikan jaminan perlindungan hak asasi manusia terhadap warganegaranya khususnya melalui mekanisme penegakan hukum hak asasi manusia di Indonesia. Sungguh tak bisa disangkal bahwa masih banyak kekurangan dalam Pengadilan Hak Asasi Manusia Indonesia, baik dari segi instrumen hukum, infrastruktur, maupun sumber daya manusia yang semuanya bermuara pada ketidakpastian hukum karena tidak dapat dituntaskannya proses penyelesaian pelanggaran berat hak asasi manusia. Ini pasti perlu segera diperbaiki selain untuk efisiensi sistem hukum nasional Indonesia, juga untuk mengurangi kemungkinan ada celah mekanisme internasional untuk campur tangan dalam sistem hukum Indonesia (Smith dkk: 2008).

 

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Menurut Peter R. Baehr, HAM adalah hak-hak dasar yang sudah ada dalam diri setiap manusia yang dapat digunakan untuk perkembangan dirinya. Hak-hak ini bersifat mutlak dan tidak bisa diganggu gugat. HAM memiliki karakteristik yaitu sebagai berikut: Universal, Inalienable, Interconnected, Equal, Indivisible, Non-discriminatory, nInternationally guaranteed, Legally protected, Protects individuals and groups, Cannot be taken away, Obliges States and state-actors.

 Penegakkan Hak Asasi Manusia (HAM) pada negara Indonesia melibatkan Lembaga-lembaga negara yaitu seperti yang dijelaskan dibawah ini (Nurdin dan Athahira, 2022: 84-90):

  • Mahkamah Konstitusi (MK)
  • Komisi Nasional HAM (Komnas HAM)
  • Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
  • Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap perempuan
  • Komisi Ombudsman Nasional (KON)

Kasus pelanggaran berat Hak Asasi yang menimpa Timor Timur, memburuknya keadaan keamanan dan Hak Asasi Manusia di Timor Timur setelah jajak pendapat tahun 1999 menarik perhatian komunitas internasional, terutama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), untuk mengambil langkah-langkah yang dianggap penting untuk memperbaiki situasi tersebut. Sesuai dengan laporan Komisi Penyidik Pelanggaran (KPP) Hak Asasi Manusia untuk Timor Timur, terdapat beberapa pelanggaran berat hak asasi manusia, termasuk pembunuhan massal, penyiksaan dan penganiayaan, penghilangan paksa, kekerasan berbasis gender, pemindahan penduduk secara paksa, dan pembumihangusan.

Saran

Artikel ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan terkait dengan Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Kami sadar bahwa artikel ini masih banyak sekali kekurangan meskipun di dalam penulisan ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu mohon di berikan saran agar saya bisa membuat artikel dengan lebih baik lagi, harapan sayasemoga artikel ini bisa bermanfaat bagi saya serta bagi pembaca dan memberikan manfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

Rosana, E. (2016). Negara Demokrasi Dan Hak Asasi Manusia. Jurnal Teropong Aspirasi Politik Islam, Vol. 12, No. 1.

Nurdin, N. Athahira, A. (2022). HAM, Gender, dan Demokrasi (Sebuah Tinjauan Teoritis dan Praktis. Penerbit CV. Sketsa Media.

Nawawi, A. (2017). Komnas HAM: Suatu Upaya Penegakan HAM di Indonesia. Jurnal Hukum Progresif, Vol. 6, No. 1.

Smith, R. (2008). Hukum Hak Asasi Manusia. Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII) Yogyakarta.

MD, Mahfud. (2000). Politik Hukum Hak Asasi Manusia di Indonesia. Jurnal Hukum, Vol. 7, No. 14, 1-30.

Amnesty International. (1999). Timor Timur Tuntutan Keadilan. https://www.amnesty.org/en/documents/asa21/191/1999/id/.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun