Sejak penaklukan Indonesia ke Timor Timur pada tahun 1975, banyak terdapat pola penyelewengan hak asasi manusia serius di daerah tersebut. Angkatan Bersenjata Indonesia (ABRI) dan pasukan-pasukan bersenjata serta militer yang bersenjata dan dilatih oleh ABRI, bertanggungjawab atas berbagai aksi kekerasan dan penyiksaan termasuk eksekusi mati diluar proses hukum dan penindasan terhadap sebagian besar penduduk Timor Timur.Â
Selama berlangsung jajak pendapat di Timor Timur, berbagai kelompok gerilyawan yang bekerjasama dengan TNI dan petugas polisi, melakukan kampanye terencana untuk mengacaukan penentuan pendapat atau menakut-nakuti rakyat untuk memilih otonomi khusus sebagai bagian dari Indonesia.
Setelah pemungutan suara yang menentukan masa depan Timor Timur berlangsung pada tanggal 30 Agustus 1999, kelompok-kelompok bersenjata dan TNI melakukan serangkaian tindakan kekerasan yang terorganisir terhadap penduduk Timor Timur. Di seluruh wilayah Timor Timur, hunian dan berbagai struktur lainnya dihancurkan dan ratusan ribu penduduk Timor Timur melarikan diri ke daerah-daerah pegunungan untuk menghindari konflik dan tindakan kekerasan.Â
Lebih dan 200.000 orang lari atau dipaksa pergi dari Timor Timur oleh TNI dan para anggota pasukan bersenjata. Mereka kini mengungsi di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan daerah-daerah Indonesia lainnya. Walaupun berita mengenai situasi para pengungsi sukar dipastikan, Amnesty International menerima berbagai laporan yang dapat dipercayai bahawa para pengungsi terus-menerus mengalami tindakan kekerasan, ancaman, dan intimidasi dari anggota-anggota milisi. Tindakan-tindakan tersebut termasuk penangkapan dan eksekusi tanpa proses hukum.
 Serangan-serangan terhadap penduduk Timor Timur yang terjadi secara meluas dan sistimatis tersebut yang dilakukan oleh aparat keamanan Indonesia dan kelompok-kelompok milisi, termasuk dalam kategori kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang. Untuk pelaku tindak kriminal tersebut harus diserahkan ke meja hijau. Larangan sesuai konvensi internasional, individu-individu di dalam entitas pemerintahan Indonesia dan hierarki komando
angkatan bersenjata bertanggung jawab atas pelanggaran-pelanggaran terhadap kemanusiaan atau pelanggaran-pelanggaran perang yang dilakukan oleh bawahannya, apabila mereka mengetahui bahwa tindakan pelanggaran tersebut terjadi dan tidak mengambil langkah untuk mencegahnya.Â
Azas tanggung jawab pidana saya mencakup tindak kriminal yang dilakukan oleh anggota pasukan bersenjata yang bukan bagian resmi dari struktur militer tetapi bertindak di bawah kontrol otoritas militer. Usaha menghakimi individu-individu untuk memastikan mereka memikul tanggung jawab sepenuhnya atas kejahatan
yang dilakukan sangat krusial bagi masa depan Timor Timur (Amnesty International:1999).Â
Pengadilan Hak Asasi Manusia Indonesia adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran berat hak asasi manusia. Definisi pelanggaran berat
hak asasi manusia dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 104 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa pelanggaran berat hak asasi
manusia adalah (Smith dkk: 2008):