"Hahaha.. kelihatan ya.. Padahal udah dikompres nih.." Ayi menjawab sambil mengeluarkan plastik bening berisi kapas putih yang agak basah. Setelah itu Ayi meneguk teh dan memanggil babeh memesan mi gorang dobel pakai telor.
Ayi sendiri sedang kacau. Di dalam tasnya masih ada sebatang karton tebal kecil terbungkus rapih. Di salah satu ujungnya ada dua buah garis merah. Positif. Baru Ayi cek tadi pagi, subuh-subuh.
Bimo bisa melihat ada beban di wajah Ayi. Bimo juga bisa melihat bahwa Ayi sepertinya butuh teman bicara. Gerak-geriknya seperti Nana kalau ingin menceritakan sesuatu tapi ragu-ragu.
"Kalau mau cerita, cerita aja. Daripada nangis terus, kasian matanya."
"Hahaha.. Habis udah ga tahu musti ngapain.."
Ayi menimbang-nimbang dalam hati. Ayi sempat berpikir untuk bercerita saja ke Bimo. Tapi setelah ingat bahwa Nana itu pacar Bimo, Ayi mengurungkan niatnya.
"Kalau mau cerita, gw ga akan bilang ke Nana kok."
"Hahaha... Tetep ya.." Ayi tertawa sambil mengagumi kemampuan Bimo membaca pikirannya.
"Muka lo muka pingin curhat.."
"Hahaha.. Ampas.. "
Ayi menimbang-nimbang lagi. Kepalanya sungguh penat dan mungkin lebih baik dimuntahkan sekarang saja. Tapi tentunya harus dimuntahkan ke orang yang tepat. Ayi memberanikan diri bertanya.