Mohon tunggu...
Gitskai
Gitskai Mohon Tunggu... -

suka cerita apa saja

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Laurenciel Avantia

26 April 2010   16:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:34 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ayi tidak kalah terkejut mendengar respon Bimo. Sesaat teringat Nana. Jangan-jangan Nana juga pernah aborsi. Tapi ditepisnya jauh-jauh pikiran itu dan kembali fokus memikirkan dirinya sendiri. Dulu waktu bersama Wawan, ketika Ayi hamil, Wawan memberinya obat yang membuat perutnya melilit disertai dengan perdarahan hebat. Rasa sakitnya sungguh mengerikan. Ayi bolos kuliah seminggu penuh dan hanya bisa meringkuk di tempat tidur. Justru di saat-saat itu Wawan menghilang. Alasannya banyak ujian. Klise. Dari situ Ayi tahu, Wawan cuma pengecut kecil yang banyak gaya. Sebulan kemudian Ayi minta putus.

Setelah itu Ayi mencari di internet tentang aborsi. Aborsi paling aman dari segi kesehatan adalah dengan pergi ke dokter. Namun Aborsi ilegal di negeri Indonesia. Lalu ada lagi aborsi dengan obat peluruh rahim untuk aborsi, namun hanya untuk usia kehamilan muda. Ini obat yang diberikan Wawan. Ternyata sangat banyak dijual murah di internet. Ayi cukup kaget begitu mengetahui efek sampingnya yang ternyata sangat berbahaya dan bisa mengakibatkan kematian. Banyak kasus perdarahan yang diikuti dengan infeksi rahim. Ayi merasa gamang membacanya. Entah harus bersyukur atau tidak.

Dalam hati Ayi memang tidak ingin aborsi. Perasaan sakit dan ngeri yang pernah dialaminya dalam kesenderian tanpa Wawan tidak ingin diulanginya lagi. Kalau nanti Ayi memberitahu ke Aji, apakah Aji akan tetap di situ? Ayi tidak yakin.

"Gw sih pinginnya dia ga aborsi aja Bim." Ayi berusaha memcah keheningan.

"Tapi dia kuat ga dengan konsekuensinya? Efek ke orang tua? Ke lingkuang, kuliah? Dikeluarin dari jurusan bukan sih kalau ketahuan?"

Ayi terdiam. Bimo juga diam. Bimo yakin Ayi sedang bicara tentang dirinya sendiri. Akting Ayi kurang meyakinkan.

"Keluarga sahabat kamu itu gimana Ay? Maksud gw, cukup liberal untuk menerima hal macam ini ga?"

Wajah ayah ibu Ayi melintas di kepalanya. Sudah satu tahun Ayi tidak pulang ke rumah. Terakhir pulang, Ayi ditampar dan dipukul karena sesuatu yang Ayi pun sudah lupa mengapa. Luka di hati Ayi begitu lebar sehingga Ayi benar-benar tidak pernah pulang lagi. Ayi juga tidak pernah meminta uang lagi. Dengan sisa-sisa tabungannya Ayi memulai bisnis warung makan dengan temannya.

"Keluarganya keras Bim. Temen gw ini aga bermasalah dengan keluarganya. Bokapnya suka mukulin. Gw serem bakal dibunuh dia kalo ampe keluarganya tahu. Terus nanti yang jadi sasaran nyokap sama adek-adeknya. Nyokap dan adek tiri sih. Kasian juga tapi kan."

"Wow.. Hidup yang berat ya. Temen lo itu."

"Well.. Shit things happen to strong people..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun