Mohon tunggu...
Gitskai
Gitskai Mohon Tunggu... -

suka cerita apa saja

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Laurenciel Avantia

26 April 2010   16:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:34 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mata Ayi mulai berkaca-kaca.

"Gw udah pernah melalui ini sebelumnya Bim. Bego dan rendah ya gw.."

Air mata Ayi mulai jatuh. Bimo mendekatkan kotak tisu. Semakin yakin kalau obat yang dulu dicarinya bersama Wawan itu memang untuk Ayi.

"Gw ga tahu mana yang salah dan mana yang bener lagi Bim. Semuanya absurd di kepala gw. Orang bilang cinta mengatasi segalanya. Tapi ini apa semua. Gw pikir gw cinta, tapi begitu udah begini gw jadi ga yakin sama rasa cinta gw. Kalo lo kenal Aji, lo juga pasti tahu kan gimana perangainya. Gw tahu Aji ga seberani itu ngehadapin ini semua. Bodohnya gw.. Wawan aja yang gw kira cowok paling tangguh tetep lari begitu dihapain masalah kayak gini. Gw takut Bim. Gw ga mau lagi merasakan Aji lari dari gw begitu tahu ini semua. Gw ga kuat merasakan sakit itu lagi. Gw capek."

Ayi menangis. Menceritakan masalah hidup kepada orang yang baru dikenal menambah daftar kebodohan yang dilakukan Ayi hari ini. Bimo bingung. Wanita paling tidak bisa dimengerti ketika dia sedang menangis. Bimo memberanikan diri memegang tangan Ayi untuk menenangkan. Ayi menarik tangannya dan tambah menangis.

"Gw ga mau aborsi Bim, sungguh gw ga pingin, tapi gw ga berani ngehadapin semua ini. Gw ga punya kekuatan buat bilang ini ke orang tua gw, ke temen-temen gw. Gw ga bisa. Gw ga sanggup. Gw capek Bim. Gw ga mau punya anak yang dikatain punya ibu perek sama orang-orang. Gw ga mau anak gw tahu ibunya brengsek dan rendah macam gw. Bim, gw benci banget diri gw sendiri...."

Bimo cuma diam membiarkan Ayi menangis sepuasnya. Kalau Nana menangis, Bimo juga hanya mendiamkan. Bimo bertanya-tanya apa yang ditangisi Ayi. Kebodohannya? Kesialannya? Atau apa. Manusia memang aneh. Memilih kebebasannya sendiri, lalu menyesalinya sendiri. Tapi Bimo tidak menyalahkan Ayi. Hidup punya misterinya sendiri. Lagipula apa yang menimpa Ayi bisa saja terjadi ke Nana. Dan Bimo juga mungkin akan bersikap pengecut. Siapa tahu?

Setelah agak tenang Ayi menarik nafas panjang, menyeka air matanya, lalu minum teh manis di depannya sampai habis. Bimo mencoba membantu dengan merasionalkan masalah.

"Laurenciel Avantia. Ayo kita selesaikan ini satu-satu."

Ayi diam. Mukanya sembab.

"Lo ga mau aborsi?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun