"Kalo kejadian gimana? Nyuruh aborsi?"
"Hmmm.. Refleks tanpa mengindahkan norma yang berlaku mungkin gw akan nyuruh aborsi sih. Tapi ga tahu juga ah.. Temen gw ada yang dihamilin pacarnya terus ga aborsi dan akhirnya punya anak tapi pacarnya ninggali. Hati temen gw ini terlanjur hancur duluan. Kosong gitu. Begitu anaknya lahir ga ada reaksi apa-apa. Datar banget. Kayak hilang rasa gitu. Air susunya bahkan ga keluat. Anaknya akhirnya diadopsi orang. Sementara ada juga teman gw yang lain yang gw tahu banget dia juga pernah aborsi. Tapi hidupnya tenang dan santai sampe sekarang."
"Jadi?"
"Gw cuma mau nunjukin kalo aborsi bisa menyelesaikan masalah tapi mungkin aja engga. Mempertahankan juga belum tentu bagus."
"Aborsi tapi dilarang gereja kan?"
"Kalo di sini juga dilarang negara Ayi.."
"Dan kalau tetep mau aborsi?"
"Lo punya uang ga? Lo pikir aborsi gratis?"
"Hmmm... lima ratus ribu?"
"Kurang. Lo mau yang aman kan?"
Bimo terkejut sendiri mendengarkan jawabannya. Tanpa bisa dikendalikan, otaknya refleks mengeluarkan informasi aborsi yang dia tahu. Sekitar setahun yang lalu dia pernah ikut pusing mencari obat aborsi untuk salah satu pacar temannya. Dan Bimo sekali lagi terkejut di dalam hati. Wawanlah teman yang dibantu Bimo waktu itu. Hal ini bukan hal yang ingin Bimo ingat-ingat, sudah hampir dilupakan malah. Sejak itu juga hubungan Bimo dan Wwan menjadi renggang. Apakah obat itu untuk Ayi?