"Iya?" Respon Indira sembari menoleh.Â
"Ada yang mau aku omongin ke kamu," ujar Raigan.Â
"Mau ngomongin apa?" tanya Indira.Â
Bukannya menjawab, Raigan malah menatap Indira dengan lekat. Sadar bahwa Raigan terang-terangan melakukan hal itu, Indira segera mengalihkan tatapan. "Ah, a-aku mau nyusul Faria," kata Indira dengan terbata. Tanpa terlebih dahulu mendengar respon Raigan, Indira beranjak. Namun, dengan sigap Raigan mencekal tangannya.
"Tunggu, Indira."
Genggaman erat tetapi terasa lembut itu membuat Indira menghentikan langkah. Mereka saling beradu tatap dengan saling merasakan getaran yang berdebar. "A-ada apa?" tanya Indira sembari menunduk. Indira melirik Raigan yang lagi-lagi menatapnya dengan lekat. Kali ini Indira tidak mengalihkan tatapannya. Ia menatap Raihan sembari menunggu apa yang hendak dikatakan lagi oleh laki-laki itu.Â
"A-aku nggak tau kapan waktu yang tepat untuk mengutarakan ini. A-aku....," Raigan menarik napas panjang, "aku mencintaimu, Indira," sambung Raigan yang setelah itu membuang napas.Â
Mata yang tidak ia lepaskan pandangannya dari wajah tampan laki-laki itu membulat sempurna. Degupan jantung Indira pun semakin memompa kencang.Â
"Ra-Raigan mencintaiku? Se-serius? Bagaimana bisa? Bagaimana dengan Faria? Bukannya mereka sangat dekat? Nggak, nggak, ini nggak benar. Faria juga mencitai Raigan!" batin Indira.Â
Indira melepaskan cekalan tangan Raigan. "Ra-Raigan, apasih ngomong ngelantur gitu. Hahaha. Kalau latihan mau nembak Faria jangan pake namaku, dong. Hahaha," ujar Indira dengan kekehan yang dibuat-buat.Â
"Aku nggak lagi latihan, Indira. Aku serius ngungkapin perasaan aku ke kamu," timpal Raigan.