"Fa-faria, sejak kapan?" tanya Indira dengan terbata.Â
"Sejak tadi," jawab Faria jujur sembari tersenyum. Kemudian ia menghampiri Indira dan memeluknya erat.
"Berhenti menangis," ujar Faria. Bukannya berhenti, tagisan Indira malah semakin menjadi. Faria bergeming, membiarkan sahabatnya itu meluapkan tangisan dalam pelukannya dan tanpa disadari ia pun ikut menangis. Sementara itu, pada akhirnya Raigan pun diam-diam menangis saat pertahanan air matanya runtuh.Â
Faria dan Indira melepas pelukan saat dirasa mereka sudah tenang. Jari jemari Faria mengusap sisa air mata Indira di pipi, kemudian mengusap sisa air matanya sendiri. Faria mengalihkan tatapannya kepada Raigan, didapatinya sahabatnya itu segera mengusap air mata ketika mengetahui Faria menatapnya. Faria tersenyum.Â
"Dengar kalian berdua," ujar Faria sembari menatap Raigan dan Indira bergantian.Â
"Makasih udah khawatir dengan perasaanku. Makasih udah khawatir dengan persahabatan kita, tapi, kalian juga berhak menentukan pilihan kalian. Kita nggak pernah tahu akan jatuh cinta kepada siapa dan terkadang kita pun nggak tahu alasan apa kita jatuh cinta."
"Aku juga benar-benar terkejut laki-laki yang aku cintai selama ini mencintai sahabatku," Faria menoleh pada Indira, "kalau Indira, aku kagetnya pas baca secarik kertas yang kamu jatuhin tadi di kelas karena terburu-buru rapat. Aku bacanya sampe nangis. Sama seperti Raigan, kamu ingin Raigan tahu bagaimana perasaan kamu sebenarnya, tapi, kamu takut menghancurkan persahabatan kita."
"Kalian silakan menerima perasaan satu sama lain, jangan karena aku, kalian jadi menderita kerena perasaan kalian sendiri. Jadi, kalaupun kalian pacaran, aku masih bisa jadi sahabat kalian, kok. Tenang aja, aku nggak akan ganggu ataupun merusak hubungan kalian. Aku memang mencintai Raigan, tapi perasaanku itu nggak aku jadiin obsesi. Aku udah mempersiapkan diri kalau emang Raigan nggak nerima perasaanku. Serius!" Faria mengangkat tangan dengan berpose dia jari, tidak lupa senyuman manis yang ia pamerkan.Â
Senyuman manis itu adalah pahitnya luka yang ada di hatinya. Tanpa Faria mengaku, dua sahabatnya itu sudah tahu.Â
"Far, maaf," ucap Raigan dengan penuh rasa bersalah.Â
Faria menggeleng. "Ngapain minta maaf, sih? Seorang Raigan minta maaf ke Faria? Itu bukan Raigan banget. Nggak usah bikin raut bersalah gitu deh, nggak suka."