"Apaan coba mau gendong segala. Jangan modus, ya!"Â
"Ya Allah, orang cuma nawarin. Aku tuh khawatir kaki kamu masih sakit. Kalau kaki kamu masih sakit, terus kamu paksain jalan, terus tambah sakit. Aku yang ngerasa tanggung jawab karena nantangin kamu lari," ujar Raigan jujur. Faria menatap lurus sorot mata kesal campur khawatir itu. Tidak ada kebohongan yang tersirat di sana. Sadar menatap cukup lama, Faria memalingkan wajahnya.Â
Raigan menggusar. "Ya sudah kalau emang udah nggak sakit," kata Raigan sembari berjalan mendahului Faria. Baru tiga langkah, langkahnya terhenti karena Faria menarik kaosnya. "Apa?" tanya Raigan sembari membalikkan badannya. Kini matanya hanya menunjukkan kekesalan.
Faria menggigit bibir bawahnya lalu bergumam, "haus."
"Apa?" tanya Raigan yang tidak terlalu mendengar gumaman Faria.Â
"Aku haus, Gan," jelas Faria. Ia menatap harap kepada laki-laki di hadapannya itu.Â
Raigan menggusar. Pandangan mengedar ke sekitar. Dicarinya letak toko di dekat sana. "Tunggu," katanya setelah menemukan toko yang berada di dalam salah satu gang.Â
Faria mengangguk. Raigan pun berjalan menuju toko tersebut. Faria tersenyum sembari memperhatikan punggung Raigan dari kejauhan.
*****
"Rairia!"Â
Celetuk seseorang sembari memeluk pundak Raigan dan Faria dari belakang hingga membuat Raigan yang sedang memakan es krim, mulutnya belepotan krim karena terkejut.Â