Raigan menggusar. Ia berdiri dari sikap jongkok di hadapan Faria, lalu menuju ke samping kanan Faria dan mengambil duduk di sana. Selama Raigan melakukan pergantian posisi duduk, pandangan Faria tak terlepas darinya. Saat Raigan menoleh ke arahnya, Faria kembali memijat kakinya.
"Yakin bisa pijit sendiri?" tanya Raigan dengan tatapan khawatir.Â
"Hm," dehem Faria sembari memijat betisnya dengan raut wajah yang menyatakan kesakitan.Â
Raigan ingin memaksakan diri untuk membantu karena tidak tega melihat raut wajah Faria yang menahan sakit, tapi, ia juga takut Faria semakin kesal padanya. Ia memperhatikan saja Faria yang memijat kakinya. Pandangan teduh itu tak pernah lepas dari perempuan di sampingnya.Â
"Masih sakit?" tanya Raigan setelah cukup lama Faria memijat kakinya.Â
"Udah mendingan, kok," jawab Faria. Ia menggerak-gerakkan kakinya.Â
"Yakin?" tanya Raigan sekali lagi. Faria mengangguk sebagai jawaban.Â
"Ayo pulang," ajak Faria sembari mengambil posisi berdiri. Raigan pun ikut berdiri.Â
"Yakin udah nggak kram? Mau aku gendong?" tanya Raigan untuk ketiga kalinya.Â
Faria memberi tatapan kesal. "Apaan, sih! Orang dibilangin udah nggak sakit."
"Ya udah kali, nggak usah bentak juga. 'Kan aku cuma nanya," imbuh Reigan setelah mendapatkan pekikan Faria.Â