"Sudah makan, Sayang?" Maminya menimpali.
"Sudah, Mi."
"Pintar...oh ya, tadi Mami keracunan."
Pesawat telepon di tangan Calisa nyaris jatuh. Ia setengah tak percaya. Maminya keracunan, tapi mengatakannya dengan nada cerianya seolah ia baru saja bercerita soal hewan peliharaannya.
"Serius, Mi? Terus gimana kondisinya?" Tertangkap nada panik dalam suara Calisa.
"Udah nggak apa-apa. Mana tadi Mami sempat terpisah sama Papi waktu mau naik pesawat. Ada-ada aja ya..." Maminya tertawa renyah. Disambuti tawa para sepupu. Begitulah keluarga Calisa: periang dan suka bercanda. Tak suka membesarkan masalah dan menganggap positif semua kejadian.
Calisa menghela napas lega. Bersyukur kondisinya tidak fatal.
"Oh ya, Gabriel sudah telepon kamu?" lanjut Maminya lagi.
"Belum. Dari tadi Calisa nggak buka handphone. Semua notif dimatikan kecuali beberapa notifikasi khusus." jawab Calisa tak peduli.
"Gimana sih kamu? Calon suami masa diperlakukan kayak gitu?"
Mendengar itu, Calisa terhenyak. Tak ada cinta untuk Gabriel. Hanya ada satu nama di hatinya.