Genggaman tangan Calvin terlepas. Sebaliknya, sebuah beban berat mendarat di pundak Calisa. Refleks Calisa mengalihkan tatapan. Kepala Calvin tersandar di pundaknya. Ganjil, seraut wajah tampan itu jauh lebih pucat dari sebelumnya. Seakan tak ada lagi aliran darah di sana.
Semenit. Tiga menit. Lima menit, tangan Calvin serasa sangat dingin. Kekhawatiran Ccalisa bertambah kuat. Menit-menit berlalu, berat dan menyakitkan.
Mata Calvin tak lagi terbuka. Melainkan telah tertutup. Untuk selamanya.
Calisa menangis. Calvin telah meninggal dalam pelukannya. Seperti Rene Angelil yang meninggal di pelukan Celine Dion.
Ketakutan terbesar Calisa adalah kehilangan orang yang dicintai. Ia telah kehilangan lagi. Selama ini ia dan Calvin berusaha menyelamatkan situasi dari konflik agar mereka tak saling kehilangan. Pada akhirnya Calisa tetap kehilangan Calvin. Maut memisahkan mereka.
Calvin pergi membawa hati Calisa. Dialah satu-satunya pemilik hati Calisa.
Sekali lagi, Calisa memeluk Calvin. Mungkin ini pelukan terakhir. Ia harus ikhlas. Seraya mencium kening Calvin, Calisa berbisik.
"Terima kasih untuk hari ini. Good night, my lovely brother."
** Â Â Â
Paris van Java, 10 September 2017
Untuk kakak yang selalu ada.