Nyonya Calisa terdiam sejenak. Tuan Calvin menunggu kelanjutannya dengan sabar.
"Ibunya Deva meninggal. Aku belum bisa ke rumahnya. Kabar itu baru kuterima tadi sore sebelum Maghrib. Aku merasa bersalah, Calvin. Dari cerita-ceritanya, Deva sangat kehilangan."
"I see. Datang saja begitu memungkinkan," Tuan Calvin menanggapi.
"Iya, aku akan datang. Well...bagaimana rasanya kehilangan seorang ibu?"
Pertanyaan sulit. Nyonya Calisa sedang sedih. Ia sedih dan merasa bersalah di saat bersamaan. Tuan Calvin memutuskan untuk tidak menceritakan masalah Reinhart. Ia tak ingin menambah beban Nyonya Calisa.
"Sedih...kehilangan orang yang dicintai sangat menyakitkan."
"Kamu pernah mengalaminya, Sayang?"
"Pernah. Papaku meninggal, ketiga kakakku meninggal. Sahabatku meninggal. Tapi itu alami. Kematian itu wajar. Hanya entah kapan."
Nyonya Calisa merasa dirinya beruntung. Ia masih mempunyai keluarga yang lengkap. Meski belakangan ini hubungannya dengan keluarga merenggang. Lihat saja Tuan Calvin. Keluarganya tak lengkap seperti dulu. Ditambah lagi kehilangan sahabat.
"Iya, kita semua pada akhirnya akan meninggal. Apa yang kamu lakukan untuk bangkit dari kesedihan?" tanya Nyonya Calisa. Ia penasaran juga. Tuan Calvin bisa membuat orang lain bangkit dari titik terbawah. Pasti ia tahu caranya bila kesedihan menimpa dirinya sendiri. Membuat orang lain bangkit dari kesedihan saja bisa, mengapa mendorong diri sendiri untuk bangkit tidak bisa?
"Move on. Cari kesibukan." Tuan Calvin menjawab, simple dan apa adanya.