"Ayah selalu ada buat Clara," timpal Clara.
Refleks Wahyu berpaling menatap Clara. "Kamu pasti senang ya? Punya Ayah seperti Ayah Calvin?"
"Senang sekali. Ayah Calvin Wan adalah ayah terbaik di dunia."
Perkataan Clara menusuk hati Wahyu dengan rasa bersalah. Akankah Reinhart mau berkata setulus itu? Akankah Reinhart menganggap dirinya sebagai ayah terbaik di dunia?
** Â Â Â
Dua hari berikutnya, Reinhart kembali sedih. Bukan karena permainan basket yang tidak jujur. Melainkan akibat melihat teman-temannya yang dijemput ibu mereka di sekolah.
Sebenarnya hal semacam itu sudah biasa. Namun tidak biasa bagi Reinhart. Ia kehilangan Maminya. Kemungkinan besar ia takkan bisa bertemu Maminya dalam waktu dekat. Reinhart sangat merindukan Marla. Sejak bercerai dengan Wahyu, Marla tak lagi tinggal serumah dengan Reinhart. Itu membuat Reinhart mengalami kehilangan besar.
Sepulang sekolah, anak lelaki berwajah tampan itu melempar tasnya di sofa. Bergegas naik ke lantai atas. Masuk ke kamar bermain Clara, lalu mengenyakkan tubuh di kursi depan piano.
Reinhart benar-benar sedih. Bayangan wajah Marla terlintas di benaknya.
"Mami...Mami dimana? Kenapa Mami harus pisah sama Papi?" lirih Reinhart.
Ditekannya tuts piano. Mulai memainkan lagu secara random. Perasaannya tak menentu. Dalam kasus perceraian, selalu saja anak yang jadi korban. Mereka kekurangan perhatian dan kasih sayang. Masa kecil terlewati dalam kesepian.