"Dia anakku. Namanya Reinhart. Hasil pernikahanku dengan Marla."
"I see."
Sesaat hening. Jeda saat Wahyu meneguk coffee latte. Nampak sangat menikmati kebersamaan dengan cinta pertamanya.
"Reinhart sangat dekat denganku. Mudah bagiku untuk memenangkan hak asuhnya di pengadilan. Marla tak bisa berbuat apa-apa." Senyum tipis bermain di bibirnya saat Wahyu mengatakan itu.
"Lalu?"
"Sejak saat itu, aku tinggal bersama Reinhart. Kufokuskan hidupku untuk membesarkan dan membahagiakannya. Aku tahu, Reinhart sangat terpukul dengan perceraian kami. Dia masih kecil. Dia hanya korban dari keegoisan orang tuanya. Tapi Reinhart anak yang hebat dan berbakat. Dia paling tampan dan paling tinggi di antara teman-temannya. Dua bulan lalu, dia terpilih sebagai coverboy di majalah anak-anak. Aku sangat bangga padanya."
"Aku ikut bangga." Nyonya Calisa menjawab tulus.
"Kuputuskan untuk memperbaiki hidupku. Banyak berbuat baik. Fokus dengan bisnis dan anakku. So, aku ingin menawarkan sesuatu padamu. Izinkan aku melakukan tes kecocokan hati. Jika hasilnya cocok, aku akan mendonorkan hati untuk Calvin. Aku takkan meminta apa-apa, Calisa. Niatku murni ingin membantu."
Mendengar itu, hati Nyonya Calisa tersentuh. Sungguh ia tak menyangka Wahyu berniat setulus itu. Wahyu bukanlah Syarif. Dia tidak mencari kesempatan dalam kesempitan. Tidak memperdaya Tuan Calvin. Tidak memanfaatkan kelemahan Tuan Calvin untuk kepentingannya sendiri.
"Wahyu...terima kasih." bisik Nyonya Calisa. Menatap dalam-dalam mata pria pelukis masa lalunya itu.
"Sama-sama, Young Lady." Wahyu tersenyum lembut. Tak sengaja, tangannya bersentuhan dengan tangan Nyonya Calisa.