“Aku nggak kuat, Chika. Maaf...” kata Albert, mengusap air matanya.
“Nggak apa-apa. Sekarang aku yang terusin ya?”
Dua puluh menit berselang, mereka duduk berhadapan di meja makan. Menikmati sajian nasi goreng yang mereka buat.
“Masakan kamu enak, Chika.” Puji Albert.
“Bukan masakanku, tapi masakan kita berdua. Kita bersama-sama membuatnya.”
Albert terpaku. Desiran halus merayapi hatinya. Belum pernah ia sehidup ini. Sebahagia ini. Setenang ini. Hanya bersama Chika ia merasakannya.
**
Tanaman-tanaman di rumah Chika sudah waktunya dirawat dan disirami. Sementara Albert mengambil pupuk yang tersimpan di dalam rumah, Chika menggunting rumput. Deru mobil mengalihkan perhatian Chika.
Sebuah Fortuner silver berhenti di depan pagar. Wanita anggun berambut keriting spiral turun dari mobil. Gaun, tas, dan aksesoris yang melekat di tubuhnya mencerminkan status sosial dan kemampuan finansialnya. Chika mengenali wanita itu.
“Nada? Ayo masuk,” sapa Chika halus.
Tak banyak yang tahu masa lalu Albert. Ia pernah menikah dan bercerai. Dalam usia masih muda. Nada Nicola Tahir adalah wanita di masa lalunya.