“Boleh,” jawab Chika salah tingkah.
Mereka pun melangkah bersisian meninggalkan pelataran. Chika mendadak menghentikan langkah.
“Kenapa, Chika?” tanya Albert.
“Maaf, biasanya kamu bawa mobil.”
“Mobilku dipinjam Albert Fast. Kita naik taksi ya.”
Jawaban Albert membuat Chika terdiam. Ia tahu persis siapa saudara kembar Albert itu. Pria berkacamata yang sering berbuat ulah. Membajak semua fasilitas mewah yang bukan haknya, mengaku-ngaku sebagai petinggi perusahaan dan fotografer ternama demi merebut hati para gadis.
“Aku...tidak bisa naik taksi. Aku biasanya naik metromini.” Chika berkata pelan tanpa memandang wajah Albert.
“Oh ya? Okey, kita naik metromini kalo gitu.”
“Tapi, memangnya kamu biasa naik metromini?” kilah Chika cemas.
“Kamu aja bisa terbiasa, kenapa aku nggak?” balas Albert retoris.
Pemandangan berikutnya sungguh mencengangkan. Seorang pria tampan dan kaya yang terbiasa membawa mobil pribadi beralih menggunakan transportasi publik. Alhasil, para penumpang metromini melayangkan tatapan penuh minat padanya. Dalam sekejap, Albert dan Chika menjadi pusat perhatian. Terlebih keduanya berdiri di antara jajaran bangku karena tak berhasil mendapatkan tempat duduk. Seorang pria Indo dengan Bahasa Indonesia beraksen British sangat jarang ditemui di dalam sarana transportasi publik seperti ini.