“Dari film, dari video di Youtube, dan selama karantina ajang pemilihan duta kampus.” Jawab si gadis singkat. Menyibakkan rambut panjangnya, lalu melanjutkan menari.
“Memangnya, gadis yang tidak bisa melihat dengan jelas tidak boleh dansa? No way!” kata gadis itu angkuh. Sebenarnya, ia tak bermaksud begitu. Ia menari dengan begitu bersemangat demi mengobati luka hatinya. Demi mengalihkan perhatian dari rasa sakit di hatinya. Demi meringankan beban berat di dasar hatinya.
“Kamu terlalu bersemangat. Sini, dansa sama aku.”
Dengan kata-kata itu, Rafif mengulurkan lengan kanannya. Gadis itu menolak. Ia ingin menari sendirian. Bila pun ia harus berdansa, ia hanya ingin berdansa dengan pasangan yang benar-benar bisa dipercayainya.
Dan...gadis itu pun kembali sendiri.
Bandung, 29 Januari 2016
Terinspirasi dari beberapa kejadian yang dialami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H