Bahwa di dalam tata bahasa Jawa, aksara R di tengah-tengah kata, kadang-kadang melebur atau menghilang. Sebagai contoh bisa disebut, kata TRIWIKRAMA ternyata dalam praktiknya biasa disebut juga TIWIKRAMA. Sehingga ada kemungkinan kata TRIGUNA juga malih menjadi TIGUNA…
Istilah Triguna di dalam konsep Hindu berasal dari dua kata yaitu TRI dan GUNA.Tri artinya tiga sedangkan Guna berati sifat, Sehingga Triguna diartikan tiga sifat yang mempengaruhi manusia atau seseorang dari sejak lahir sampai mati.
Pertama, Satwam adalah sifat dari pada manusia yang memancarkan sifat tenang, bahagia, tulus, dan tanpa pamrih. Kedua, Rajas adalah suatu sifat dari manusia yang memancarkan sifat ambisius, dinamis, gelisah, dan mengharapkan suatu imbalan. Dan, ketiga, Tamas adalah suatu sifat dari pada manusia yang memancarkan sifat pasit, malas, lamban.
Pertanyannya adalah apakah mBah Tiguna seorang penganut Hindu yang notabene penganut konsep Triguna?
Bahwa jika data cerita tutur benar bahwa mBah Tiguna merupakan kadang sentana ndalem Penggedhe Pati yang terluka ketika berperang di Cengkalsewu melawan Mataram, berarti mBah Tiguna adalah kerabat kerajaan Pati yang ketika itu dirajai Adipati Pragola II, yang notabene kerajaan Islam dan berada dalam masa Islam.
Diketahui, perang Pati vs Mataram yang terjadi di Cengkalsewu, menurut H.J.De Graaf dan juga petunjuk Babad Pati, terjadi pada tahun 1627M.
Oleh karenanya, bernama mBah Tiguna bukan karena beliau seorang penganut ajaran Hindu, Triguna.
Selanjutnya, kaitannya dengan Empu Triguna?
Sebagian cerita tutur ada yang menerangkan bahwa mBah Tiguna memiliki keahlian membuat barang-barang yang berhubungan dengan logam (seorang Pandhe).
Dikatakan pula, beliau memiliki senjata pusaka yang ampuh (sakti) yang berujud tombak, yang mungkin belakangan karena tombak itu milik atau warisan dari mBah Tiguna maka orang-orang menyebutnya sebagai Tombak Tiguna.
Terdengar pula ada yang mengaytakan Tombak Tiguna itu bernama Kyai Lokuwato (mungkinkah symbol singkatan salah kaprah dari kalimat lakhaula wala kuwwata illa billahil ‘aliyil adziim, yang sering orang Jawa (kuno) bilang wolo wolo kuwato itu?).