Tidak ada keterangan jelas apakah yang dimaksud Punden mBah Sirna tersebut merupakan tempat disemayamkannya mBah Kakung sekaliyan mBah Putri Tiguna atau hanya salah satunya?
Mengingat, semula Punden mBah Sirna hanya berujud satu kesatuan tumpukan bata merah berbentuk balok membujur arah utara-selatan tanpa nisan. Dengan ukuran kira-kira, panjang 200 cm lebar 150 cm dan tinggi 120 cm. Mirip dengan punden berundak zaman megalitikum.
Namun belum lama ini ia sudah direnovasi layaknya kuburan sepasang suami-istri masa kini lengkap cungkup dan nisannya (kuburan muslim), dan sekarang cungkup beserta nisannya itu diratakan.
Punden mBah Sirna berdiri tunggal, artinya tidak dalam lingkungan kuburan umum. Sehingga menimbulkan pertanyaannya, apakah itu bekas rumahnya atau apa?
Menurut cerita tutur, Punden mBah Sirna tidak merupakan bekas tempat rumah dimasa hidupnya, melainkan tempat peristiwa kematiannya. Sementara itu rumah beliau yang sekaligus sebagai pusat pemerintahan Desa Kuryo pada waktu itu, konon, terletak di sekitar kuburan kidul arah barat daya.
Tempat peristiwa kematian mBah Tiguna?
Begini. Menurut cerita tutur, kala itu sedang berkecamuk perang antara Kerajaan Pati melawan Mataram di area pegunungan Kendeng Utara, kisaran Desa Cengkalsewu-Sukolilo-Pati. Di antara prajurit Pati itu adalah mBah Tiguna yang Ki Gede Kuryo itu.
Singkat cerita. Ada seseorang Penggedhe (pembesar) Pati yang terluka parah dan segera hendak di bawa pulang. Mbah Tiguna bersama adik sperguruannya, mBah Singgojoyo, bersama prajurit-prajurit pilihan lainnya mendapat tugas melaksanakan evakuasi itu.
Atas inisiatif mBah Tiguna, bahwa karena waktu itu dalam situasi perang, maka demi menghindari kejadian yang lebih buruk, ---karena tentu banyak mata-mata dan sebagainya, dan juga demi efisiensi jarak dan waktu tempuh, maka evakuasi itu diputuskan melalui jalan tikus.
Dan, jalan tikus itu, di antaranya meninggalkan jejak terjadinya Desa Bogorame (karena darah Penggedhe Pati tersebut mengucur deras bagai nira bogor dan dikerumuni banyak orang beramai-ramai). Kemudian, melewati Desa Kuryo, menuju Pati.
Dari berita Jaga Baya Desa Kuryo, mBah Nyai Tiguna mendengar berita itu. Maka mBah Nyai Tiguna berkeinginan menyambutnya. Karena, Penggedhe Pati yang terluka tersebut, konon ialah kadang sentana (kerabat) mBah Tiguna sendiri yang berarti kadang sentananya juga.