"Aduh Risss ! Mati akuu ! Sahabatmu ini jadi buronan polisi ! Huaaaaaa!!" kata Aya menangis sesegukan.
Riska jadi bingung dibuatnya.
@@@
Riska menyerahkan sebungkus tisu pada Aya yang menangis di taman sekolah.
"Sudah, Ay. Â Kamu tenang dulu"
"Hiks... gimana aku bisa tenang, Ris? Hiks... hiks.. kalau aku tahu dia itu pangeran negara ini...hiks... mana berani coba aku mukulin dia.. hiks... hiks! Aku ndak bakalan cari mati, Ris. Hiks... huaaa" jelas Aya sambil terisak.
Riska menggeleng pasrah menatap Aya. Perlahan ia mengusap-usap punggung temannya itu,
"Iyaa. Aku tahu....aku tahu" bujuknya.
"Hiks... saat ini polisi pasti sedang mencariku. Dalam hitungan detik, aku mungkin saja akan ditangkap. Aku mesti gimana, Ris? Aku takut dianggap teroris. Bagaimana kalau mereka tiba-tiba memasang foto ku dimana-mana termasuk di rumahnya Pak RT di daerahku. Bisa-bisa ayah tahu dan jadi sedih. Huaaa..." tangis Aya lagi.
Riska terlihat kebingungan mendengar ketakutan Aya. Dia tidak yakin istana akan berbuat seperti itu, hanya untuk menangkap sahabatnya ini.
"Yah aku juga ndak tahu, Ay". Tiba-tiba wajah Riska berubah kesal dan ia lansung memukul pundak Aya dengan gemas, " Lo juga sih ! Main pukul seenaknya ! Lo pikir Pangeran Ivan itu bedug apa ! Seharusnya sebelum lo mukul seseorang, kenalan dulu kek, tukar kartu nama kek ! Jangan main hajar sembarangan. Kayak preman aja lo" tegur Riska jengkel.