"Sebaiknya salat maghrib sekalian. Aku antar bagaimana ke Masjid Cipaganti. Aku ada keperkuan  di sana."
"Aku bukan muhrim?"
"Haiya, aku bersama temanku. Kamu di belakang," katanya.
Ternyata "R" bersama temannya ke Cipaganti. Â Aku malas bertanya siapa namanya. Seorang perempuan berhijab mungkin lebih muda dari dia. Dia duduk di depan, sementara "R" mengemudi.
"Itu wartawan Jakarta, kenalan aku," katanya singkat.
"Ajak ke pengajian kita saja, Teteh?"
"Nggak lah, dia harus ke Jakarta. Pengajian kita kan malam habis Isya," katanya. "Di Cipaganti rapat."
Aku diam saja selama perjalanan. Â Sebenarnya aku ingin ikut pengajian "R". Â Ingin tahu seperti apa "R".
Kami tiba di Masjid Cipaganti.  Sudah lewat pukul 4 sore.  Tentunya sudah lewat salat berjamaah.  Hanya  aku sendiri laki-laki. Ketika aku memulai salat. Keduanya ternyata ada di belakang.
"He, Imam jangan tengak-tengok," celetuk "R"
Padahal setahu aku ilmu agama mereka lebih hebat. Aku merasa terhormat atau karena aku laki-laki. Dulu waku di kantor Indonesia Raya, juga ada seorang karyawati berhijab tahu-tahu ikut di belakang ketika aku salat. Â Ya, nggak jelek-jelek amat jadi imam. Tetapi dia kan soleha.