Syafri mengangguk dan kembali membawa sepedanya. Â Sepasang mahasiswa Fakultas Teknik rupanya mendengar hal itu dan mereka bertepuk tangan.
"Tapi kalau dansa sama Utari, Maria atau Putri boleh..." katanya. "Mereka sudah tahu kok dan tidak akan mencuri kamu dari aku."
Dago Atas, pukul 14.00
"Widy! bawa sini masakan kamu buat Kang Syafri!" seru ibunya.
Mereka sudah merencanakan. Adiknya Widy, bapaknya juga hadir di meja makan. Mereka rela menunggu lewat jam makan siang.
"Memang Widy, masak apa?" tanya Syafri.
"Dendeng  Balado Minang. Dia bilang dia juga harus bisa memasak makan MInang," kata ibunya. "Dia tahu makanan Minang yang kamu suka tidak banyak, di antaranya Dendeng Balado."
"Untuk pertama kalinya dia mau memasak di luar Sunda," kata adiknya.
Syafri menahan tangisnya, ketika Widy membawakan semangkuk dendeng Balado. Hari itu ada sayur asem. Perpaduan Sunda-Minang.
Mereka semua sudah tahu. Â Sang Adik yang biasanya suka meledek, kali ini diam saja.
Syafri makan dengan lahap. Bumbunya pas. Â Dia sadar rupanya dia datang ke tempat demonstrasi agar Syafri mengantarnya dan mereka bisa makan sama-sama.