Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Gemini Syndrome, Episode Berdansa di Kota Romantis Bagian Dua

16 Juni 2024   15:04 Diperbarui: 16 Juni 2024   15:12 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kampung Naga-Foto: Irvan Sjafari

Beruntung bisa pagi ke Kampung Naga, dengan cahaya matahari yang bagus. Walau untu itu naik ojek dari terminal ke Singaparna, baru menyambung angkot ke Kampung Naga.  Pulang dari Kampung Naga aku naik Elf ke arah Garut dan dioper ke Elf ke arah Bandung.  Tiba di sana Hyper Square sekitar pukul 14.00.  Aku kembali booking kamar di ZZZ Express Backpacker.

 

Saung Angklung Mang Udjo, Padasuka, Bandung 16.30

Pertunjukkan angklung dengan lagu Burung Kakak Tua  dan Wu Ai Ni begitu manis dan harmonis.  Yang memainkan angklung adalah pemain yang muda. Kemudian diikuti oleh pertunjukkan senior sekitar 17 orang memainkan lagu "Can't Take My Eyes" dengan menarik.  Aku beruntung bisa tiba tepat waktunya mengejar target terakhir ekspedisi Priangan Selatan.

"Prinsipnya jazz dan rock bisa dinyanyikan dengan angklung.  Bermain angklung sama dengan piano ada 4 grade dan perlu tiga tahun untuk mahir," jelas Yayan instruktur yang aku temui.  "Tetapi belajar setahun pun boleh manggung. Seperti memainkan alat musik lainnya perlu bakat."

Aku suka ketika puluhan anak-anak dari warga sekitar  yang juga belajar angklung menyerbu masuk da  mengajak penonton di bangunan aula ikut menari diiringi lagu "Halo-halo Bandung", "Injit-injit Semut" dan "Rasa Sayange" hingga lagu dari penyanyi cilik 1970-an Joan Tanamal "Goyang Kiri, Goyang Kanan".

Aku percaya suatu ketika budaya Sunda seperti ini bisa berkompromi dengan budaya global. Penyayi kesayanganku, Yura Yunita mengikuti pola pendiri angklung ini dengan menjadikan musik Sunda lebih fleksibel.

"Angklung bisa memainkan lagu apa saja karena sudah dubah dari pentatonic ke diatonic pada 1938 oleh Udjo dan Daeng Sutikna. Sebelumnya kan mirip gamela," cerita Hikmat salah seorang pengurus Saung yang ikut menemani bersama Shitta.

Aku juga bernama Sherly lulusan Fakultas Ekonomi Unpad kelahiran 1988 yang awalnya mengira angklung muisk jadul, tetapi setelah kenal Saung Udjo malah kesannya keren. 

"Aku pernah nonton The Beatles Night dengan Saung Udjo sebagai pesertanya. Ternyata bangus banget dan aku jadi cinta budaya Sunda," ujar Sherly.

Blackberry aku memberi pesan dari Nina, atasan aku untuk wawancara Taufik Hidayat pimpinan Saung Udjo untuk dibuat profil.  Sayang tidak ada di tempat sore itu.  Untung besok masih di Bandung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun