Syafri penderita darah rendah. Dia rubuh menimpa Widy yang tadi dilindunginya. Â Kepalanya berkunang-kunang. Mojang itu berteriak ngeri.
Dia masih melihat gerombolan itu mundur meninggalkan seorang rekannya yang tertembak.
"Mereka pakai bren," sahut Syafri. "Mereka pakai seragam seperti TNI."
"Neng  bisa mati!" kata Kang Dudung.
"Tidak apa kalau untuk dia maah..!" Syafri makin kacau melihat ekspresi Widy entah marah, takjub atau apa. Tetapi dia cemas ketika Syafri lemas.
Namun  dia masih sadar ketika digotong ke jip dan mereka bergerak ke Bandung.
"Ah, luka kecil, mungkin dia tidak makan siang tadi?" ucap Sersan Bakarudin.
"Dia penderita darah rendah, cepat lemas," kata Kang Dudung. "Pamannya sudah berpesan untuk jaga dia. Bulan depan dia berhenti jadi wartawan."
Syafri hanya tersenyum dan senang akhirnya bisa berbuat sesuatu untuk dara itu. Â Tetapi Widy hanya diam, tidak berekspresi.
Widy  baru menemani Syafri langsung dibawa ke rumah sakit kota Cianjur untuk diperban. Ketika diperban Syafrie semaput dan mengucapkan berapa kalimat di bawah sadarnya.  Satu kalimat yang dia ucapkan di antaranya membuat Widy terperanjat. Â
Namun Syafri kemudian sadar dan menatap wajahnya. Dia tersenyum ketika perawat memberikan teh manis dan pulih. Widy pun membalas tersenyum