Mohon tunggu...
Just Riepe
Just Riepe Mohon Tunggu... Guru (Honorer) -

I am a simple people (Reading, writing, singing, watching, traveling)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Love Is...

17 Januari 2017   09:14 Diperbarui: 17 Januari 2017   09:17 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Ya udah, aku ke sana dulu ya, aku ingin banyak ketemu teman-teman, mumpung ada kesempatan, kalau udah balik ke Jepang kan sulit?! Ok ya, sukses buat Kamu!” pamit Rima, lalu pergi meninggalkanku, suami dan anak-anaknya mengikuti.

Sepeninggal Rima, ada beberapa teman yang menghampiriku. Seperti biasa pertanyaan yang mereka lontarkan selalu sama. Menikah? Suami? Anak? Jelas aku merasa kesal! Apakah manusia hanya dinilai dari satu sisi itu saja?! Lama-lama aku bosan dengan suasana itu, lalu tanpa sepengetahuan mereka, aku keluar dari hotel Mulya, tempat acara reuni itu diadakan. Meski menurutku, ini bukan acara reuni, melainkan acara pamer keluarga.

Pikiranku menerawang pada semua jalan hidup yang telah aku lalui. Teringat saat aku tertawan oleh cinta, begitu menaruh harapan dan percaya pada cinta. Teringat juga saat cinta menghempaskanku, dan menyeretku dalam lorong-lorongnya yang gelap, pengap, sesak. Teringat saat Pras datang ke rumah dan marah-marah padaku, dan teringat juga pada Rima dan teman-teman lain yang begitu bahagia dengan keluarganya.

Semua bayangan itu datang silih berganti, memenuhi ruang imajiku yang berlari-lari mencari kepastian. Apakah aku benar-benar bahagia tanpa cinta?! Ah, aku capek. Aku capek dengan semua kebencian dan dendamku pada cinta. Ternyata aku memang tidak pernah bahagia. Yang ada, mungkin aku merasa iri pada Rima dan teman-teman lain, atau mungkin juga pada Sherma dan Safira, yang bisa menikmati cintanya dengan indah.

Entah kenapa tiba-tiba mobilku berhenti. Mesinnya tiba-tiba mati. Sial! Kenapa ini?! Mana aku tidak tahu masalah mesin mobil, lagi. Duuh… mana rumah masih jauh pula?! Dan aku tidak tahu dimana ada bengkel di daerah sini?! Aku benar-benar sial! Aku pun turun, mencoba memeriksa mesin sepengetahuanku, buka sini, sambung sana, tutup itu, buka ini, asal banget. Lantas, akupun mencoba menyalakan lagi. Ternyata, tetap tidak hidup-hidup. Atau mungkin, malah tambah parah karena aku salah mengotak-atik. Terus, aku harus gimana?!

 Selama ini, biasanya, kalau aku mengalami kesulitan, aku langsung telpon Pras, dan dia akan segera datang. Tapi untuk saat ini, sepertinya aku tidak berhak lagi karena Pras sudah bertunangan dengan Santi, dan sebentar lagi akan menikah. Lalu aku harus menelepon siapa? Aku tidak punya adik laki-laki, sementara ayah sudah tua. Aku tidak tega jika harus menelepon ayah. Apalagi kalau tidak salah, hari ini jadwal ayah sama mamacheck up ke dokter. Tyo sama Andika ? Aku malu minta tolong sama mereka. Selama ini sikapku kurang bersahabat, belum tentu mereka mau. Aku bingung! Apa yang harus aku lakukan?!

Jujur, aku akui, di saat-saat seperti ini aku butuh sosok seorang lelaki. Coba kalau aku punya suami? Tapi, ah, sudahlah. Aku pun segera menepis pikiran itu.

***

Aku masih mendapati diriku berada di tempat itu saat mentari bergeser ke ufuk barat. Aku berpikir untuk meninggalkan mobilku, tapi aku tidak yakin akan aman? Aku menghela nafas panjang. Kulihat banyak orang berlalu lalang. Ada seorang suami yang berjalan sambil menggandeng mesra tangan istrinya yang sedang hamil. Ada seorang bapak yang menuntun anaknya sambil bertanya ini dan itu. Ada juga sepasang muda-mudi, yang berjalan bersama, menikmati angin sore. Mereka tampak bahagia. Lalu di atas sebuah pohon, kulihat sepasang merpati sedang bercengkrama dengan riang.

Ah, kenapa hati ini jadi merasa hampa?! Seolah ada ruang kosong yang tak pernah terjamah. Ada ruang kosong yang menganga tak pernah tersentuh oleh apapun, karena hanya cinta yang bisa menyentuhnya. Ternyata Pras benar, sebagai manusia kita butuh cinta. Kita butuh untuk berbagi, mencintai dan dicintai.

Tapi, masihkah ada yang mau menerima cintaku?! Lalu kulihat diriku, ternyata, diri ini sudah tidak muda lagi. Besok, umurku empat puluh lima.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun