Terpaksa Santi membuka kertas itu dan langsung membacanya.
“Ini undangan dinner buat ibu, waktunya besok malam, di Royal Kafe, meja nomor 15. Disini juga tertulis, supaya ibu mau menyempatkan datang.” Aku hanya menanggapinya dengan cuek.
“Oh, kayanya saya gak bisa datang, San. Kamu aja yang datang ya? Bilang saja saya yang menyuruh,” tawarku pada Santi. Lalu akupun kembali terpekur dengan angka-angka yang berderet panjang, pusing. Sementara Santi terlihat bengong.
***
Malam Minggu ini, tumben adik-adikku ada di rumah. Bahkan pacar-pacar mereka pun tidak ada yang datang. Apa yang terjadi dengan mereka? Apakah mereka sudah putus? Baguslah kalau begitu. Akhirnya mereka sadar juga, hmmhhh... Dan seperti biasa malam Minggu seperti ini selalu aku habiskan di kamar, sendiri, paling cuma nonton atau baca buku.
Tiba-tiba pintu kamarku diketuk dari luar.
“Siapa? Masuk aja, gak dikunci,” kataku dengan suara keras. Pintu pun terbuka. Ternyata Sherma.
“Eh, kamu Sher? ada apa?”
“Enggak ada apa-apa kok, cuma mau ngasih tahu aja, ada tamu buat Mbak.”
“Tamu? Siapa Sher?” tanyaku ingin tahu, “Buat mbak? gak salah?” lanjutku. Tumben, malam Minggu begini ada tamu buatku. Siapa?
“Gak tahu, mungkin teman Mbak. Laki-laki,” jawab Sherma mengidentifikasi.