Mohon tunggu...
Jagat Alit
Jagat Alit Mohon Tunggu... Novelis - Konten Kreator

Mantan Super Hero. Sekarang, Pangsiun. Semoga Berkah Amin

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Duel Terakhir (MCN)

29 Januari 2020   21:14 Diperbarui: 29 Januari 2020   23:31 874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

*Disclaimer, cerpen ini sebelumnya telah dimuat di laman wattpad penulis

Langit memayung biru jernih berpendar telah lama hilang sinarnya
Berganti dengan warna yang berubah-ubah tidak dapat diperkirakan


Suara ledakan, suara deru angin yang tidak wajar, suara gerengan dan teriak naga raksasa marah membuat Lembah Seribu Ular seperti suasana di dunia lain

Sementara matahari terus meluncur ke barat menjadi latar belakang yang suram akan akhir dari  peristiwa yang langka dan luar biasa

Mari kita lihat ketika pertempuran sudah mendekati akhir. Serangan dan gempuran ditahan atau dihindarkan dengan segala kegesitan, kecerdikan bahkan tipu muslihat sangat penting dalam usaha mendapatkan kemenangan.

Saling serang dan saling menangkis.

Saling menghindar dan saling membalas.

Lee Jong Kwok sudah mati-matian mengeluarkan segenap kemampuannya. Selama mengembara dan menjadi pembunuh bayaran, baru kali ini ia menemui musuh yang aneh dan luar biasa ini. Naga Hitam adalah penjelmaan pendekar muda yang sakti itu, namun yang dihadapinya kini seolah-olah naga raksasa sungguhan. Satu badan satu jiwa yang saling mengisi.  

Ia melirik ke arah kambrat-kambrat ternyata mengalami nasib yang sama dengan dirinya. Kehabisan akal, kehabisan tipu daya, kehabisan nafas akhirnya juga.

Karena semua naga yang memilih lawan, seolah energinya tidak habis-habis. Semakin lama bertempur malah semakin kuat saja.

" Blessss "

Sampai suatu ketika pedang mestika milik Lee berhasil menusuk perut Naga Hitam yang mengeliat terbang setelah menghindari terjangannya yang gencar bagai badai datangnya. Bukan jerit kesakitan yang keluar dari naga yang luka, sangkaannya. Namun, suara tawa yang menggelegar malah yang muncul.

" Ha... Ha... Ha... "

Betapa terkejutnya Lee yang sudah merasa gembira karena berhasil melukai Naga Hitam itu, sehingga ia sedikit lengah hilang kewaspadaanya sebagai akibatnya ia tidak tahu dari mana arah datangnya ekor Naga Hitam, tahu-tahu dalam gugupnya ekor itu sudah menghantam dadanya dengan berat pukulan ribuan kati. Seperti batu cadas yang sebesar gajah memukul telak di dadanya. Sambil menahan sakit, matanya sempat menangkap apa yang sebenarnya terjadi ketika ia terpental dan terpaksa melepas pedang mestikanya.

Rupanya dengan cerdik tubuh Naga Hitam sengaja menerima tusukan pedang, bukannya terluka tapi ini adalah tipuan agar ia bisa menjepit dan menarik pedang Lee dan menyeret tubuh Lee mendekati dirinya. Kemudian dengan mudah ia menghantam tubuh itu dengan ekornya. Hantaman jurus Naga Tanah Melindungi Sarang mendapatkan korban.

Lee Jong Kwok terpental jauh dengan mata membulat menahan sakit dan rasa penasaran yang besar. Nafasnya tersengal, tubuhnya tertekuk dan jatuh bergedebug sepuluh depa dengan tulang dadanya patah, darah buncah dari mulutnya yang menjerit tanpa suara. Lalu selembar nyawanya pun melayang terbang.

Lee Jong Kwok tumbang, Naga Hitam lalu melejit tinggi ke angkasa, sesaat kemudian ia berbalik terjun dan lenyap memasuki tubuh Aji Panjalu.

*

Naga Biru yang berhasil menangkap tubuh Sirikit Phur dan membungkusanya dengan ali biru melambungkan ke langit, menjepit ketat seakan ingin meremukan tubuh meluncur Sirikit Phur.

Dalam gugup Sirikit Phur berteriak ketakutan.

" Aaaaaaa,"

Teriakan ngeri keluar dari mulutnya. Namun yang terjadi ternyata lain dengan yang ada dalam pikirannya. Naga Biru itu bukan hendak meremas badannya hancur. Tapi ini lebih aneh lagi. Seperti kain basah yang dikeringkan, diremas sehingga keluar air yang tersisa. Begitu juga nasib Sirikit, ia seakan diperas habis tapi bukan untuk dibuang airnya. Namun seolah-olah ia diremas, dipilin, dipelintir untuk mengeluarkan racun di seluruh tubuhnya. Sebenarnya Aji Panjalu tidak akan terpengaruh akan segala racun, sebab hanya dengan liontin Cakar Naga saja, racun akan tawar. Apalagi Mestika Cakar Naga sudah mengeram dalam tubuhnya.

Racun dipaksa keluar, sehingga Sirikit Phur yang terkenal sebagai Iblis Betina Hitam Biang Racun, tubuhnya tinggal sisa warna hitam pucat kehabisan daya. Sedang tongkat hitamnya yang beracun sudah mental terbang entah ke mana.

Wanita racun itu kehilangan racun sebagai kekuatan yang diandalkannya. Seperti jadi wanita asing berkulit gelap pucat yang baru tanpa kekuatan sama sekali.

Terus tubuhnya di bawah ke atas lebih tinggi, bersamaan dengan munculnya suara tawa yang meledak-ledak.

" Ha... Ha... Ha... Ha... kembali seperti biasa,"

Suara itu mengawang menggeletar memenuhi angkasa. Mendengar tanda tertawa itu, tiba-tiba Naga Biru raksasa itu meluncur cepat turun ke bumi, melepas tubuh Sirikit Phur yang sebelumnya tergulung, kemudian menyambarnya kembali dengan belitan ekornya. Dan tanpa terduga membantingnya sekeras-kerasnya ke bumi.

" Syuuut... Krosak... Krak... Brak,"

Tubuh manusia sekuat apa pun mana akan tahan jika dari atas ketinggian dibanting ke bawah dengan tenaga bantingan ribuan kati. Akibatnya dapat dibayangkan, tubuh tak berdaya itu meluncur cepat dan menghantam pohon besar, mematahkan ranting, mematahkan batang, mematahkan tulang-tulang rusuknya.

Dan tewas seketika dalam keadaan menyangsang di pohon besar itu.

Dengan tumbangnya Sirikit Phur, Naga Birublalu melejit tinggi ke angkasa, sesaat kemudian ia berbalik terjun dan lenyap memasuki tubuh Aji Panjalu.

*

Naga Putih tanpa takut kembali bergerak dengan ke empat kaki yang bercakar tanpa merangsek terus. Menyongsong dan menangkis serangan pedang Li Hwa.

Menangkis gesit dan beberapa kali membiarkan tubuhnya tertusuk pedang, yang dengan keajaiban tak terduga luka itu cepat kembali sembuh.

Li Hwa telah melancarkan jurus Pedang Mengacau Lautan tertinggi miliknya namun tidak sedikit pun mampu membuat Naga Putih itu benar-benar terluka berat.

Suatu ketika sepasang kaki depan Naga Putih berhasil menangkap Li Hwa. Menangkap lalu mencengkramnya kuat, membawa ke arah mulutnya yang lebar menganga.

Mata putih menyorot tajam, gigi taring panjang meneteskan liur, dengus nafas keluar dari sepasang hidung yang selebar sumur.

Li Hwa sudah pecah nyalinya, ia tidak
menyangka bahwa akhir petualangannya harus mati dimakan oleh Naga Putih jadi-jadian.

Badannya sudah menggigil ketakutan, apalagi ketika ia merasakan air liur naga jatuh mengenai tubuhnya terasa dingin.

Benar-benar di ujung kematian ia kali ini. Dengus nafas yang dingin mengguyur mukanya dan ia pasrah memejamkan mata menanti kematian yang pasti menyakitkan, digerus oleh gigi-gigi panjang yang akan mencabik-cabik tubuh indahnya.

Semakin dekat... semakin dekat....

" Bruuusssss.... ."

Bukan dirinya masuk dan dimakan naga, tapi ia harus menerima semburan api biru yang ternyata tidak panas melainkan dingin sedingin es.

Apa pun yang dialami ternyata sama saja akibatnya, ia tidak mampu mempertahankan selembar nyawanya.

" Duukk... !"

Tubuhnya jatuh dalam keadaan tak bernyawa dan diselimuti es. Berdiri tegak menjadi patung es. Es itu membekukan jalan darah dan jantungnya.

Naga putih lalu melejit tinggi ke angkasa, meninggalkan Li Hwa yang tewas, sesaat kemudian ia berbalik terjun dan lenyap memasuki tubuh Aji Panjalu.

*

Tiga kematian yang sangat tragis.

Kelana Jati sampai bergedig ngeri melihat semua itu.

Benar-benar kematian diluar perkiraan. Semua terjadi karena ilmu dahsyat yang dirapal Aji Panjalu.

Kelana Jati pun memyadari itulah jalan satu-satunya bagi Aji Panjalu, karena semua pertempuran ini, adalah pertempuran hidup dan mati.

Kalau mereka tidak mati, Ajilah yang bakal menemui kematian.

Keadaan memang serba sulit, tapi sebagai seorang pendekar yang bijaksana, hati kecilnya menyayangkan bahwa dahsyatnya pertempuran harus berakhir seperti itu.

Ia pun bertekat dan berusaha mengirim pesan jarak jauh siapa tahu Aji Panjalu mampu menerima pesannya.

" Aji... tahan dirimu. Jangan jadikan dirimu perpanjangan tangan dari Malaikat Pencabut Nyawa. Lawanmu mati semua dalam keadaan mengerikan," kisik Kelana Jati prihatin.

Suara Kelana Jati menyisip lembut dengan tenaga dalam tinggi di antara gerengan tiga Naga Raksasa yang tersisa yang masih seru bertempur.

Sebenarnya apa yang dilakukan Kelana Jati sangatlah berbahaya. Bisa-bisa memecah kosentrasi dari Aji Panjalu yang sedang segenap jiwa raga bertarung lahir dan batin dengan lawan-lawannya.

Namun, Kelana Jati mempunyai perhitungan sendiri. Ia yakin Aji mampu menghadapi pertempuran ini dengan baik. Terbukti, samar-samar ia mendengar suara Aji menjawab balik kisikannya dengan singkat.

" Baiklah, Paman."

Kelana Jati lega hatinya. Ia sangat percaya dengan semua yang akan dilakukan Aji selanjutnya.

*

Humbala berkali harus mati-matian jungkir balik menghindari serangan bola api dari mulut Naga Merah yang terus merangsek ke mana pun arahnya menyelamatkan diri.

Berguling, melenting terbang, mengegos, jungkir balik, tetap saja tidak mampu meloloskan diri dari amukan Naga Merah. Berkali-kali pakaian atau celananya telah terbakar bola api.
Meskipun ia sempat memadamkannya, namun hal itu terus saja berulang, jika terus-terus begini. Habislah riwayatnya.

Jurus Amuk Singa Merah miliknya tidak mempan lagi menghadapi keganasan sepak terjang Naga Merah itu.

Ia tidak punya kesaktian lagi yang mampu mengungguli kesaktian Naga Merah.

Mati atau menyerah kalah adalah pilihan yang terakhir.
Naga Merah pun terus mengejarnya seperti meteor berapi.

Menyerah adalah kata terakhir yang akan memberikan noda pada harga dirinya yang telah ia junjung tinggi selama hidupnya.
Kematian sebenarnya adalah resiko yang telah menjadi kepastian dari petualangannya selama ini. Menjadi pembunuh bayaran. Menang dapat harta benda kalah ya mati saja. Hanya satu yang disayangkan, mengapa mati dengan cara yang seperti ini?

Mengeroyok satu lawan, lawan yang tidak sembarangan kesaktiannya, hal pantangan yang terpaksa ia lakukan.

Tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan diri.

Ia menggertakan gigi mengisi tenaga dalam kesegenap permukaan tubuhnya yang bulat merah.

Benar-benar seperti bola api panas yang melayang cepat berbalik mengejar Naga Merah ke mana dia terbang. Memantul mengejar Naga Merah yang meliuk-liuk di angkasa bagaikan tarian Barongsai yang indah.

Barongsai merah dikejar bola api.

" Oh.. "
" Oo.. "
" Awas... "

Orang terkejut melihat pertempuran itu.

Mereka berseru.
Mereka cemas.
Mereka ngeri.

Naga Merah seperti kucing-kucingan dengan bola api. Saling berkejaran saling meliuk menghindar, sampai suatu saat, Naga Merah membalikan kepalanya, tidak berusaha lari, malah membuka mulutnya lebar-lebar.

Humbala Lama yang berputar seperti bola api terlambat mengantisipasi, ia tidak berhasil menghentikan putaran tubuhnya seperti bola. Dan...

" Brusssss... Aaaa,"

Tubuh bulatnya berhasil masuk ke dalam mulut Naga Merah yang penuh lidah api menyala-nyala.

Humbala Lama tertelan menyisakan teriakan keterkejutan yang mendirikan bulu roma.

" Aaaaaw... !"

Apa yang terjadi dengan Humbala?
Ia sudah ditelan naga?

" Huk... Huk... Huk... Hooek "

Belum habis semua pertanyaan, Naga Merah terbatuk-batuk keras, sambil mengguncangkan kepalanya.

Mulutnya terbuka lebar dan...
Memuntahkan bola api Humbala Lama.

Humbala Lama jatuh dari ketinggian. Semua yang melekat di tubuhnya sudah terbakar habis, bahkan bulu-bulu yang ada di tubuhnya pun terbakar habis juga.

Humbala jatuh ke tanah dalam keadaan pingsan.
Melingkar telanjang bulat dengan warna kulit merah karena panasnya api.

Untung saja Humbala biasa bermain api. Sebenarnya api bukanlah pantangan dirinya. Api tidak ada artinya baginya.

Yang membuat shok dan pingsan rasa keterkejutannya karena ia harus ditelan Naga Merah, jantungnya tersengat dan ia yakin mati dikesudahan pertempuran kali ini.

Tapi nyatanya ia tidak jadi mati dimakan Naga Merah, ia dimuntahkan lagi. Naga Merah sepertinya jijik untuk memakan bola merah api itu.

Sama dengan naga-naga lainnya, saatnya lawannya tewas atau tak berkutik, sosok naga itu akan melejit terbang tinggi kemudian berbalik menukik turun kembali dan hilang memasuki tubuh Aji Panjalu.

*

Lawan Aji tinggal dua.

*

Sintaro pun sudah kerepotan menghadapi Naga Emas yang mempunyai kekuatan lebih tinggi dibanding dengan naga lainnya.
Hanya Naga Pelangi saja yang bisa mengunggulinya, jika dilihat dari kemampuan dan kesaktiannya.

Sabetan dan tusukan samurai yang terkenal tajam dan bertenaga ternyata hanyalah sia-sia.

Naga Emas ternyata kebal senjata tajam.

Tusukan sabetannya hanya mematik timbulnya percikan bunga api di tubuh Naga Emas.

Tenaga dalam tertinggi dan kesaktian tertinggi sudah dikeluarkan semua. Namun hasilnya nihil. Naga Emas masih tetap segar bugar dan teeus mengancam titik kelemahannya.

" Hrrrrrgggg "

Suara yang menggetarkan jantung, menghisap nyali mencegat pergerakan Sintaro yang bersamurai dua depa panjangnya.

Suara deru samurai yang disabetkan dengan rapalan ajian pedang Samurai Menyiram Sakura Berguguran sudah tidak berdaya guna. Sintaro keteteran nafas dan terjebak dalam kelelahan diri.

Saat ia harus berpikir keras menemukan cara bagaimana caranya ia harus mengakahkan Naga Emas itu, dalam posisi pikiran bercabang.

Ia terlambat bereaksi, ketika ekor naga menangkap dan membelitnya kuat. Membuat pedang samurainya yang panjang patah jadi tiga dan rasa ngilu merasuki tubuhnya.

" Pletak... Tak... Takkk."
" Aaaahhhh...,"

Ia mengeluh kesakitan. Remuklah semua tulangnya. Dadanya sesak. Perutnya nyeri. Seluruh kekuatannya seakan dilolosi. Nafasnya tinggal satu-satu, karena paru-paruny kehabisan ruang untuk udara masuk. Kepalanya pening dan pandangan matanya berkunang-kunang.

Tenaga dalam miliknya macet tidak bisa disalurkan untuk melindungi dirinya.

" Matilah "

Satu kata yang ada dipikirannya terakhir. Sebelum akhirnya gela menyergapnya dan kesadarannya hilang bersama terbantingnya dirinya menghantam tanah.

" Bluuggg... "

Sintaro tak berkutik.

" Ha... Ha... Ha... Ha... !"

Suara tawa menggema bersama ditariknya semua naga raksasa yang maujud dari Jurus Panca Naga Menjerat Jiwa tak terkecuali Naga Pelangi yang terakhir.

Kini tinggal Aji Panjalu yang berdiri gagah berhadapan dengan Branjangan Sakti yang mencelos dan bergetar hatinya.

Karena serangannya selama ini mampu dibendung dengan baik oleh Aji.  Meskipun Aji harus dikeroyok enam, semua itu tidak mempengaruhi kekuatan kesaktian pewaris Mestika Cakar Naga ini.

Sialnya para pembunuh bayarannya sudah tak berkutik. Ada yang tewas, pingsan dan entah apalagi keadaanya.

Tinggal ia sendiri berhadapan dengan Aji Panjalu ditonton ratusan orang yang berada di Lembah Seribu Ukar ini.

Naga Ungu miliknya pun tak berkutik apa-apa karena sejatinya Aji Panjalu adalah raja diraja dari segala ular dan naga sekalipun seperti ucapan Manalar dulu si penguasa Istana Darah yang takluk kepada Aji sebelum ia tuntas mewarisi kehebatan Mestika Cakar Naga.

" Ha... Ha... Ha... Branjangan Sakti. Menyerahlah.."

Tawa dan tawaran Aji bagi Branjangan Sakti kini bagaikan hina yang menyakitkan.

Mana ia mau tunduk dan tetap gelap mata. Karena ia merasa masih punya ilmu terakhir yang belum dikeluarkan yaitu jurus Naga Sejuta Darah.

Ia mengepos seluruh tenaga dalam yang dimiliki, membuat aliran darahnya seperti membesar dan tubuhnya berubah ukuran dengan perlahan lebih besar.

Matanya merah, wajahnya merah, kulitnya merah dibalik pakaiannya yang semula longgar. Kini pakaian menjadi ketat membungkus tubuhnya.

Badannya panas mendidih, tanpa awalan dan teriakan tubuh kekarnya melambung tinggi kemudian berputar cepat bagaikan terpedo melesat menerjang ke arah Aji Panjalu mengeluarkan jurus naga lainnya, ia lupa bahwa Aji adalah raja dari segala raja naga.

Mau cara apa pun, mau jurus naga mana pun bagi Aji adalah sama saja.

Lesatan itu mengarah keseluruh titik sasaran tubuh Aji yang terbuka kelihatannya.

Padahal Aji Panjalu sudah merapal Aji Panca Naga Menjerat Sukma level tertinggi di atas penampakan lima naga yang terdahulu. Nampak biasa namun kekuatannya jauh lebih tinggi.

Aji Panjalu hanya berdiri geming dengan kuda-kuda terpatri di tanah. Mengembangkan kedua tangannya membuat putaran penuh menangkis semua pukulan yang datang dari Branjangan Sakti.

" Ha... Ha... Ha... Huu... Hu.... Hu... "

Tertawa dan Menangis adalah ciri Pendekar Muka Tertawa Aji Panjalu si pewaris Mestika Cakar Naga.

Kesaktian Naga, Kekuatan Naga, Naluri Naga menyatu dalam raga dan sukma Aji Panjalu. Gerakannya menangkis adalah gerakan alami yang muncul dari alam bawah sadarnya.
Karena sejatinya rapalan ajian ini, Aji telah berubah menjadi naga sakti itu sendiri meskipun ujudnya masih tetap manusia biasa.

Akibatnya....

" Duk... Duk... Duk... Duk "

Semua serbuan Branjangan Sakti dapag ditangkis dengan baik.

" Syuutttt... "

Branjangan Sakti melenting tinggi kemudian berbalik menukik melayangan Tinju Naga Darah mengawang ratusan tinju di udara.

" Buaagg...  Buuggh... Buagghhh "

Ratusan pukulan tinju membadai menghajar setiap permukaan kepala, tubuh milik Aji Panjalu tapi tak sedikit pun tubuh Aji goyah. Tetap tegak dalam kuda-kudanya dan seluru mukanya masih tertawa lebar. Tak hanya mulut, mata, wajah semua tertawa.

Semua tenaga tercurah namun tanpa hasil.

Jurus terakhir Branjangan Sakti sebenarnya bisa menghancurkan bukit sekalipun.

Tapi bagi Aji Panjalu tidak berarti apa-apa. Penasaran pula hati Branjangan Sakti tapi tetap ia tak mau menyerah kalah sampai akhitnya...

" Hiaaaaa... Haarrggg "
" Blusssss "
" Arrrrgggg. "

Pukulan terakhir yang membuat Btanjangan Sakti mendapatkan harapan untuk membunuh Aji karena entah mengapa Aji tidak menangkis, Aji tidak mengeluarkan ilmu kebalnya..

Tapi pukulan terakhir berhasil menghantam dadanya bukan beradu kerasanya dada Aji tapi pukulan pertama disusul kedua, tepag menghantam dada dan terkejutlah hati Branjangan Sakti dada itu menjadi liat, lentur menghisap kedua pukulan dan kedua tangannya...

Branjangan Sakti merasakan tenaga dalamnya menerobos keluar, membanjir dan disedot oleh Aji Panjalu. Ia tidak bisa menarik tenaga dalamnya, ia pun tidak bisa menarik tangannya.

Wajahnya pucat pasi, seakan semua warna merah sebelumya habis diserap tenaga aneh milik Aji. Matanya mendelik ketakutan, bukan tenaga dalam yang keluar, tapi keringan dingin sebesar jagung yang keluar.

Ia meronta tapi sia-sia, semua tenaga habis disedot.

Pemandangan ini membuat yang hadir terkejut. Apa lagi Dyah Saraswati. Perubahan cara bertempjr nengejutkan hatinya. Ia cemas dsn bersiap melenting menolong Aji yang terlihat mengalami kekalahan, karena pukulan Branjangan Sakti tidak mampu ditangkisnya lagi.

Tapi Kelana Jati mencegah tindakannya.

" Sabar Saras... Aji tidak akan kalah ," sahut ayahnya yakin.

" Lihat.... !"

" Ha... Ha... Ha... Brajangan Sakti, Panca Naga Menjerat Sukma yang kau pilih rupanya. Hiaaaaa...,"

Kali ini dengan teriakan penuh Aji menggoyangkan badanya ang semula diam.

Akibatnya tangan Branjangan Sakti yang terjerat di dadanya Aji yang berubah seperti kapas lembut tak berdasar menolak lepas ke dua tangan Branjangan Sakti bersama terlontar tubuhnya seperti layang-layang putus. Jatuh tanpa suara dari atas panggung tak bergerak sedikit pun.

Pertempuran anti klimak. Tidak ada benturan dahsyat, tidak ada ledakan adu tenaga. Berbanding terbalik dengan rapalan Panca Naga Melebur Jiwa sebelumnya.

Sunyi, senyap, hilang suara dan hilanglah tenaga dalam dan kesaktian Branjangan Sakti bersama ambisinya yang gagal.

" Tunggu.... !" teriak Kelana Jati yang selalu awas mengikuti pertandingan.

Tubuh tinggi besarnya melayang cepat menjadi bayang biru menubruk ke arah Branjangan Sakti.
Tapi semua terlambat... di detik terakhir, di saat terakhir, tanpa suara tangan lemas Branjangan Sakti mampu meraih dan mengambil sebutir pil dari sakunya.

Pil penghancur tulang dan penghancur organ yang ditelannya karena putus asa, malu dan menemui kegagalan.

Kelana Jati, menekuk lutut di depan Branjangan Sakti, memeriksa dengan cepat-cepat tanda-tanda vital di tubuh Brajangan Sakti. Tapi sudah terlambat.

Nyawanya melayang bersama ambisinya yang terbang.

Kelana Jati berdiri. Semua diam. Semua sepi.

Ia menghampiri Aji Panjalu. Menepuk pundaknya.

Kemudian menghadap ke arah hadirin yang hadir di Lembah Seribu Ular.

" Jagoan Nomor Satu di Widyatilka," kata-katanya lambat dan jelas.

Namun tidak ada suara, tidak ada sambutan. Karena semua mata dan pikiran masih tertuju kepada kematian Branjangan Sakti yang tragis.

Sampai akhirnya Sentanu maju dan berteriak lantang.

" Aji Panjalu, adalah Jagoan Nomor Satu tahun ini...!"

Barulah pecah suara bergemuruh menyambut kemenangan Aji Panjalu.

" Hidup... Aji.."
" Hidup... Jagoan Nomor Satu..."
" Aji.... Aji... Aji.. "
" Hiduupppp... Raja Baru... Raja Ajiiii."

Tamat

Malam

Jagat Alit

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun