Saat Sinem berteriak, dia tersenggol sedikit oleh Kasmo yang lari bawa pentungan. Badan Sinem berputar, lalu dia teriak. "Tiiiidaaaaak!" Katanya.
"Diaaaaaammmm," kata Kasmo.
Riuh rendah tak keruan. Lelaki dewasa keluar dari rumah dengan penutup hidung karena bau menyengat luar biasa. Para lelaki membabi buta melakukan pemukulan ke lutut makhluk aneh itu. Aku merinding luar biasa. Tapi aku juga kesetanan.
Mereka, makhluk aneh itu datang tak ditebak. Begitu aku lihat, langsung aku buru.
"Jangan salah sasaran ...jangan salah sasaran," teriak Kang Marjo sembari berlari.
Satu makhluk kembali aku gampar lututnya. Napasku tersengal-sengal. Aku menutup hidungku dengan sarung. Aku juga tersungkur.
Aku dengan tenaga sisa membelalakkan mata. Aku lihat bagaimana semut merah langsung menyerang makhluk aneh yang sudah terkapar. Entah dari mana ribuan semut merah itu. Memberondong begitu cepat hingga tak ada tulang dari makhluk aneh itu tersisa.
Aku kelelahan.
"Apakah sudah ada satu jam? Jika sudah sudah satu jam, mereka akan lenyap entah ke mana," kata Kang Marjo yang tiba-tiba ada di sampingku.
Mendengar ucapan Kang Marjo, aku hanya mengernyitkan dahi. Entah bagaimana, makhluk itu hanya menyerang satu jam.
"Lalu, bagaimana dengan bau yang menyengat ini?" Tanyaku.