"Lalu siapa kang?" Tanyaku penasaran.
"Sebentar Li, tunggu Saiful dulu," kata Kang Marjo.
Saat Saiful bergegas datang dengan lampu senter penerang itu, Kang Marjo bergegas menyorot. Dia amati seksama.
Disorotkan lampu senter itu, dia amati dari bawah sampai di tengah tubuh. Kang Marjo terperanjat.
"Duh Gusti.... Li... Li, ini geger Sandikala...." Kata Kang Marjo sembari menarik napas panjang.
Dia menarik tanganku sembari berjalan. Kami mencopot sarung dan menyimpangkan di bahu. Dari situ dia memberi instruksi padaku. Saiful diminta di tempat. Anak kelas 1 SD ini memang memiliki mental luar biasa.
"Li, kamu bawa HP kan? Kirim pesan ke warga kampung. Semua laki-laki dewasa siapkan alat pemukul dan bersiaga. Jika ada makhluk telanjang dengan kepala tikus setinggi 1,5 meter, pukul saja di bagian lutut. Makhluk itu akan langsung tersungkur. Setelahnya, biarkan saja karena jasadnya akan lenyap dimakan semut merah. Makhluk berkepala tikus ini tak akan makan manusia, dia hanya makan apa saja selain manusia. Selain makan juga dia buang kotoran yang sangat bau. Bilang ke warga, nyalakan semua lampu di kampung. Sekarang kita ambil alat pemukul," kata Kang Marjo yang juga ketua RW ini sembari berjalan cepat.
Usai kami dapat kayu pemukul, Kang Marjo bilang bahwa sebentar lagi akan muncul banyak makhluk aneh itu. Kami kembali ke dekat kebun.
"Ful jika bapak teriak, maka kamu harus pukul kentongan berkali kali. Lalu pergi ke surau. Pakai pengeras suara dan bilang 'geger Sandikala' berulang-ulang," kata Kang Marjo.
"Ayo Li, kita pukul lututnya. Jika kau tak kuat bau kotorannya tahan napasmu," kata Kang Marjo.
Kami menaiki tembok, lari memburu makhluk aneh itu. Semakin mendekat, baunya luar biasa menyengat. Seperti bau bangkai tikus busuk, tapi lebih menyengat. Â Kang Marjo langsung menghantam bagian lutut...bukkkk... Makhluk aneh itu tersungkur.