Dari rangkaian itu semua, barulah bisa terjadi konsep “puasa menyembuhkan”. Jadi bukan melihat puasa dari satu sisi belaka.
Saat siklus cerna pagi yang butuh energi besar ‘membuang’, dan kebetulan dimanfaatkan untuk sahur, diberi beban makanan berat.
Seperti protein hewani, makanan prosesan dan sejenisnya, bukannya menjadi kuat, malah harmoni energi tubuh terkacaukan.
Harmoni kacau buat tubuh perlu energi ekstra untuk mengatasinya. Signal lapar segera dikirim sebagai jalan keluar energi baru.
Atau signal rasa sakit seperti perut perih. Bisa juga alarm rasa pusing, kelelahan hingga kantuk, agar tubuh beristirahat.
Sehingga kekacauan itu bisa diperbaiki. Tapi sayangnya ini semua terjadi disaat jam sedang produktif, kantor, sekolah semisal.
Karena sedang puasa, signal lapar sebagai asupan energi ekstra juga tidak bisa dipenuhi. Tubuh dalam keadaan kacau seperti ini.
Jangan diharapkan bisa lakukan ‘perbaikan’ seperti apa yang diungkapkan sebelum. Apalagi saat berbuka hal yang sama terjadi.
Kurma yang umumnya berbentuk manisan, bukan buah, kolak, sari kurma, dengan kadar gula tinggi menyerbu masuk disantap.
Not to mention jajanan pasar, martabak, kue lapis, pisang goreng, asal manis. Gula darah melonjak, tubuh keluarkan insulin.
Apalagi pecandu teh kopi. Konsumsi saat sahur dan berbuka akan merusak harmoni sistem cerna hingga ketersediaan cairan tubuh.