Mohon tunggu...
Yudo Adi
Yudo Adi Mohon Tunggu... -

Diluar sangkar

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Hana Risa Suba IV

3 Oktober 2011   22:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:22 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

“Memang disini tempat badut beraksi? Kita disini untuk belajar, ya sudah, belajar saja!"

Kata Raito dengan nada datar, keras dan jelas.

"Hehe, ya ya! Kau ini lucu!"

Jawab Olan yang tiba-tiba merangkul Raito dari samping. Raito yang tak menolak dirangkulpun ikut tertawa bersama Olan. Raito merasa nyaman dengan reaksi dari Olan yang tak memperlihatkan permusuhan dari kata-katanya yang tajam tetapi malah menganggapnya lucu.

Mereka berdua pun menjadi sohib akrab semasa smp. Memang, Olan yang sangat supel berbanding terbalik dengan Raito yang dingin dan cuek. Olan adalah seorang anak yang rajin beribadah sesuai dengan didikan orangtuanya yang taat dan ketat untuk urusan agama sementara Raito seperti anak yang dibiarkan begitu saja sama seperti ibadahnya yang bolong-bolong dan kesulitan dalam pelajaran agama yang penuh hapalan.

Walau begitu, Olan selalu bisa mempercayai Raito untuk hal-hal yang tak bisa disebarluaskan karena Raito dianggapnya seorang anak yang bisa menyimpan rahasia. Sekalipun rahasia tak penting yang ingin dijaga Olan semasa smp. Sementara Raito menganggap Olan orang yang bisa menerima dan diterima oleh siapa saja, terbukti semasa smp Olan sudah gonta-ganti kekasih berkali-kali. Olan juga bisa bercanda dalam berbagai bentuk tanpa ada masalah ke depannya sehingga Raito dan Olan saling mengisi satu dengan lainnya.

Setelah sekitar satu tahun kenal, masuk kelas VII. Olan berani menarik kesimpulan bahwa hanya ada dua hal yang disukai oleh kawannya itu, menulis, dan tenis. Diluar dari itu, Olan menyadari bahwa hal-hal lain seperti gengsi yang makin meninggi semasa remaja tak terjadi di dalam diri sohibnya ini. Berbeda dengan dirinya yang masih merasakan hal itu.

Oleh karena itu, sekalipun permainan tenisnya saat itu sudah sekaliber pemain pro junior, Raito tak pernah tertarik mengikuti satupun turnamen junior di daerah karena dirinya tak ingin menjadi terkenal. Lagipula, orang tuanya tak mengijinkan Raito ikut turnamen ataupun klub karena mereka menganggap hal itu pasti mengganggu sekolahnya dan Raito menuruti keinginan kedua orang tuanya.

Pernah suatu kali setelah bermain tenis. Olan melihat Raito dinasehati orangtuanya karena Raito bisa berjam-jam di lapangan tenis tetapi ketika disuruh untuk belajar, malah membaca komik ataupun novel.

Kala itu, orangtuanya mengingatkan Raito bahwa prestasi petenis di Indonesia tak ada yang mengkilap. Sehingga tak ada gunanya berkarir menjadi seorang pemain tenis. Contoh yang pantas hanya bisa didapat dari seorang Yayuk Basuki yang sempat menjadi perempatfinalis Grand Slam Wimbledon pertengahan tahun 90an yang sekarang nasibnya terabaikan, kata mereka. Tak ada petenis pria yang mampu menyamai prestasi itu sampai sekarang.

Beberapa hal mengalami perubahan semenjak kehadiran sepupu Olan yang pindah satu sekolah dengan Raito dan Olan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun