Ayah Hana mencoba menenangkan istrinya. Dan menyuruh Hana untuk mengganti bajunya yang basah kuyup itu. Hana mengangguk dengan mata berair yang tak terlihat karena wajah, tubuh dan rambutnya juga basah, Hana berjalan ke kamar mandi di lantai atas dengan tetesan air yang membasahi lantai dimanapun ia melangkah.
Percekcokan diteruskan oleh Ayah dan Mama Hana, mereka yang baru saja pulang dari luar negeri tentu saja tak tenang melihat anak satu-satunya mau saja diajak berciuman ditempat umum. Ibu Olan merasa bersalah meninggalkan anaknya dalam pengawasan adiknya dan berpikir seharusnya Hana melanjutkan belajar di luar negeri saja mengikuti kedua orang tuanya daripada di Indonesia.
Ibunya Olan yang mendengar keributan itu masuk ke ruang keluarga dari dapur,
“Sudahlah kak, kalau anakmu itu ikut kalian di luar negeri, masalah bahasa dan kewarganegaraan kan nanti jadi persoalan utama, lebih baik dia disini.”
“Ini juga adik, tak ada yang mendukungku.”
Suasana di dalam rumah menjadi sedikit tegang. Tak berapa lama setela itu, Olan pulang langsung membuka pintu kaget melihat tante dan omnya datang. Dia menyapa, tante Ana membalas dengan ucapan datar, sementara Om Adi melihatnya dan melambaikan tangan. Olan lalu ke kamarnya yang bersampingan dengan kamar Hana.
Terlihat Hana di depan pintu kamarnya bermuram durja.
“Aku ganti dulu Han.”
Hana mengangguk. Selesai ganti baju, Olan membuka pintu kamarnya keluar, dia disambar dengan pelukan oleh sepupunya itu sambil menangis sesenggukan di dadanya Olan. Olan bingung dan menempatkan sepupunya itu di kursi di depan kamar mereka.
“Ada apa?”
Hana lalu menceritakan kejadian dengan Raito dan juga mamanya yang menamparnya tadi kepada Olan dengan suara serak dan mata berair. Olan menenangkan sepupunya itu dengan memeluknya. Sementara dibawah para orang tua itu seperti sedang mendiskusikan sesuatu.