Pagi itu, Masih di Januari 99. Hari minggu, pukul 05.00, mentari belum menunjukkan cahayanya dan juga sang ayam belum sempat bernyanyi. Raito sudah teriak-teriak di depan pagar rumah Olan sambil menjinjing Tas Tenis beserta satu plastik penuh bola.
“OOOOLAAN!”
“HAAAAANAA!”
Ibunya Hana keluar membuka pintu utama dengan tatapan mata tajam. Raito kaget, mengernyitkan dahi. Dalam pikirnya 'Mirip dengan ibu-ibu yang melotot di dalam mercedes kemarin' dan Raito melihat mercedes itu terparkir di carport rumah itu.
“Mau diajak kemana mereka sepagi ini?”
Tanya Ibunya Hana.
“Tenis tante!”
Tante Ana memperkenalkan dirinya dan menjelaskan kepada Raito kalau hanya Olan yang bisa menemani Raito bermain tenis, sementara Hana tak bisa.
“Oh begitu, tak apa tante, eh, saya Raito.”
Tante Ana memperhatikan Raito seksama, dia teringat melihat wajah anak ini ketika di dalam mobil, melihatnya satu payung bersama Hana kemarin di pinggir jalan saat hujan deras. Lalu mengeluarkan suara sedikit tegas,
“Lain kali, jangan sembarangan cium anak orang ya?”