Gulita semakin pekat dengan lebamnya. Tak ada senyuman di langit. Mendung seperti menggauli malam dengan butiran kristal yang membengkak. Bahkan rembulan terlapisi selimut tebal, juga gemintang lelap dalam sumur kehampaan.
Aku mencatat hari dengan redup cahaya. Di tanganku telah habis tinta, yang biasa kubuang untuk menebalkan cerita.
"Nah tuh, Rojak udah datang!"
Aku menoleh.
Kulihat Bang Reno dan Rojak bersalaman. Tampaknya pemuda itu bukan dari kalangan orang biasa. Kesederhanaannya saja sudah mampu menceritakan cermin hidup yang beruntung.
Beberapa saat aku hanya diam melihat keseriusan perbincangan mereka berdua. Pastinya tentang aku, apalagi?
"Jadi kenalkan ini Rojak, Kim. Ini masih kerabat Abang juga sih. Tepatnya anak sepupunya Kak Vera, istri abang."
"Kimora."
"Rojak."
Perbincangan seputar ini itu tentang narasi kehidupan di mulai. Awal perkenalan yang tidak canggung ini, membawaku masuk dunia baru. Yang jauh dari rencana semula.
Tak apalah saat ini bisaku hanya menjadi asisten dapur sebuah cafe MORNING CRUSH, cafe yang melayani sarapannya para mahluk milenial. Siapa tahu ke depannya aku bisa banyak belajar.
Rojak adalah pemuda yang sangat baik. Bahkan lebih baik dari guru-guru di sekolah tempatku menimba ilmu.