"Eh, Bang! Gimana kabar?"
"Baik! Sibuk, gak?"
"Gak kok. Biasa mau tutup cafe nih."
"Gua tunggu di gudang, ya."
"Sip ok, Bang!"
Ponsel dimatikan. Bang Reno kembali merapikan beberapa eksemplar surat kabar dan tabloid yang baru datang sore ini, untuk loperan esok hari.
"Tunggu, ya. Kayaknya mendingan Lu tinggal di cafe kerabat gua deh. Sekalian kerja di sana. Jadi asisten kek atau apalah. Di sini gak aman. Kan Lu sendiri lihat pergaulan gua. Dari preman, kang parkir, pedagang yang gak jujur, kang tilep, kang mabok, dan lain-lain. Khawatir aja sih, gua."
Selain orang tuaku, mungkin Bang Reno termasuk orang yang aku patuhi sarannya. Gaya bicaranya memang berantakan. Tapi, dia memperlakukanku sangat manusia.
"Tapi gua kan udah kerja sama, Abang. Jadi loper koran."
"Itukan kerja selingan, Kim. Lu bisa kerjain pagi banget, habis itu lu bisa kerja sama si Rojak."
"Insya Allahlah, Bang. Kita lihat aja nanti. Sekarang ini gua mau cari tumpangan sementara dulu."