Mohon tunggu...
Gandis Octya Prihartanti
Gandis Octya Prihartanti Mohon Tunggu... Human Resources - A curious human

Manusia yang sedang menumpang hidup.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Broken Youth [Chapter 3: The New Plan]

17 Mei 2016   00:20 Diperbarui: 17 Mei 2016   00:29 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

“Ck, batrai ponselku habis,” kesal Shigeru sebal saat akan menghubungi seseorang. “Kau tunggu di sini, ya. Biar aku saja yang memanggil supirku,” putusnya dan langsung pergi.

Namie menatap lekat punggung Shigeru yang perlahan mulai menjauh. Kenapa supirnya memilih parkir yang jauh? Padahal, yang dekat sini juga kosong. Baiklah, apa sebenarnya yang kau rencanakan?

Gadis itu masih berjibaku dengan pikirannya sampai-sampai tidak menyadari ada seseorang di balik kegelapan yang mengawasinya. Jika ditilik dari segi ilmiah, sebenarnya seseorang akan menoleh tidak lama setelah diawasi karena manusia merasakan energi  ketika ada yang mengawasinya. Hal ini juga berlaku saat kau tiba-tiba saja terbangun dari tidurmu di tengah malam.

Dari kejauhan, anak terakhir keluarga Yazukawa itu melihat mobil Shigeru berjalan pelan ke arahnya. Ia pun ber-oh dalam hati kalau rencana temannya yang tiba-tiba baik padanya, ternyata tidak dilakukan di sini. Seper sekian detik setelahnya, ia terkesiap karena ponsel di saku celana jinsnya bergetar lama. Ada seseorang yang meneleponnya.

“Halo,” terdengar suara di seberang sana.

“Aaaaaargh!!!”

Entahlah, apa yang tiba-tiba terjadi pada Namie. Rin berkerut kening, dan matanya terbelalak. Tidak lama setelah ia mengucapkan halo, terdengar rintihan kesakitan yang teramat dari mulut gadis itu. Setelahnya, panggilannya terputus.

Rin berdiri dari tempat tidurnya, lalu mencoba melakukan panggilan lagi. Sayangnya, kini nomor temannya itu malah tidak aktif. Seketika, dadanya terasa naik turun, kepanikan sudah merajai dirinya. Ia menjambak rambutnya dengan salah satu tangan sambil mondar-mandir. Apa yang harus aku lakukan? Aku bahkan tidak punya nomor keluarganya. Oh, ya, Tuhan… tolong lindungi dia.

Agaknya, kekhawatiran Rin memang benar.Terasa seperti satu kedipan mata saja, sebuah timah panas sukses membuka luka Namie yang belum kering sepenuhnya. Ia kini tengah terduduk di tanah sembari memegangi lengan kirinya di mana bersarang sebuah peluru. Ia rasanya ingin berteriak, tapi, ia menggigit lidahnya agar tidak bersuara.

“Bertahanlah, supirku sudah menelepon Ambulans,” kata Shigeru.

Orang-orang yang berkerumun di sekitarnya, serempak berseru panik karena gadis korban tembak lari itu, kini terbaring di tanah dengan napas yang tersengal-sengal. Mereka ingin membantu, akan tetapi bagaimana caranya? Hingga akhirnya, kebingungan mereka pun terhenti ketika seorang wanita paruh baya memecah kerumunan itu lantas memberikan pertolongan pertama. Ia memutar sapu tangan dua kali di sekeliling lengan Namie, kemudian mengikatnya dengan satu simpul. Setelahnya, diselipkannya Torniquet[4] di rongga simpulan. Kembali, wanita itu membuat simpul untuk kedua kalinya. Namie beruntung sekali malam ini. Ternyata ada seorang suster yang pulang bekerja dan makan di tempat yang sama dengannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun