“Apa ada kerabatnya di sini?” tanya penolong Namie sambil mengedarkan pandangan.
“Aku temannya,” jawab Shigeru.
Wanita paruh baya itu memandang Shigeru dengan pandangan tidak biasa, terheran. Lantas, menggelengkan kepala beberapa kali. Bagaimana bisa pemuda itu hanya berdiri sambil memasukkan tangan ke saku celana tanpa berniat menenangkan temannya, apalagi memberi pertolongan pertama?
Sekitar lima belas menit kemudian, mobil dengan suara sirine yang nyaring itu akhirnya datang. Dua orang berpakaian putih keluar dari bagian belakang dengan segera serta mendorong tempat tidur pasien. Kerumunan orang langsung terpencar. Dibantu wanita paruh baya itu, ketiganya memindahkan Namie ke atasnya.
“A-ari-gatou gozai-masu,” ucap Namie terbata-bata sambil menggenggam tangan wanita yang tidak dikenalnya itu saat akan memasuki Ambulans.
“Bertahanlah,” balasnya dengan senyum haru.
Shigeru kembali ke mobil, lalu meminta supirnya dengan kesal untuk mengikuti Ambulans itu. Astaga, rencana kali ini berantakan! Bahkan aku otomatis bertemu keluarganya di rumah sakit, batinnya seraya memijit salah satu peilipisnya dengan dua jari. Kalau begini jadinya, aku telah meninggalkan jejak, sambungnya ketika teringat perkataan paman.
[1] Makanan khas Jepang-Cina dari Nagasaki. Berupa ramen yang disajikan dalam sup kental dengan daging babi, makanan laut, dan sayuran.
[2] Enak/ lezat.
[3] Nama saya Namie.
[4] Alat medis penekan pembuluh darah.