Mohon tunggu...
Gandis Octya Prihartanti
Gandis Octya Prihartanti Mohon Tunggu... Human Resources - A curious human

Manusia yang sedang menumpang hidup.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Broken Youth [Chapter 3: The New Plan]

17 Mei 2016   00:20 Diperbarui: 17 Mei 2016   00:29 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Ketiga orang itu mempersilahkan tamu yang sama spesialnya dengan makan malam kali ini ke ruang makan. Di sana Rin sudah menunggu. Begitu Namie datang, ia tersenyum keranjingan seperti mendapat hadiah lotere bernilai milyaran yen.

“Bagaimana keadaanmu, Rin? tanya Namie ketika terduduk di samping salah seorang tuan rumah yang mengundangnya.

“Semakin hari semakin membaik,” balasnya. “Bagaimana kelas kalau tidak ada aku? Membosankan, kan?” Rin tertawa sekilas karena dadanya sakit saat mengalami tremor. Namie tidak menjawab, hanya tersenyum.

Ibu Rin mengantisipasi guyonan-guyonan yang akan mereka ciptakan dengan mempersilahkan Namie menikmati makanan yang terhidang.

 “Arigatou gozaimasu, ini semua terlihat sangat lezat,” kata Namie dengan kikuk. Kemudian, Rin memegang salah satu pundak tetangga duduknya itu dan berkata setengah berbisik, “Anggap keluargaku seperti keluargamu juga. Jadi, santai saja, ya.”

Pupil Namie seketika membesar, ia merasa ada sensasi menghangatkan menyentuh dadanya. Beberapa saat kemudian, ia menyetabilkan diri—yang terlihat cukup gugup itu dengan mengalihkan pandangan dari Rin, lantas mengangkat piring dan mengisinya dengan hidangan yang masih mengepulkan uap.

***

Namie pulang dari rumah Rin pukul sepuluh malam. Jujur saja, waktu dua jam yang dihabiskannya terasa seperti tiga puluh menit saja. Keluarga Rin sangat harmonis. Ibunya humoris, ayahnya agamis, dan kakaknya kritis. Ia pun kini baru sadar kalau belum lama mengenal mereka. Akan tetapi, saat bersama keluarga itu, ia merasa seperti anak mereka sendiri.

Kurasa aku lebih cocok menjadi kakakmu, Rin, Batin Namie seraya menyunggingkan senyum.

Tokyo memang kota yang tidak pernah tidur. Kerlap-kerlip lampu jalanan yang Namie saksikan dari balik kaca mobil itu seperti melengkapi kegembiraan hatinya. Ya, kalau hal abstrak—kegembiraannya itu divisualisasikan, ia akan memilih seperti kerlap kerlip itu, warna-warni.

Hibari berdehem, pandangannya fokus pada jalanan. “Sepertinya kau sangat bahagia, nona,” godanya setelah melihat Namie dari kaca persegi panjang di atasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun