“Anda tidak harus berterimakasih dengan cara mengagetkan seperti itu,” komentar Namie. “Anda sebaiknya cepat berangkat sebelum terlalu malam,” tambahnya dengan senyum kaku.
Dada pria itu tiba-tiba berdenyut samar. Semacam merasa tidak percaya kalau apa yang kau rencanakan dengan matang ternyata gagal. Baiklah, gadis yang dimintai tolong barusan juga sudah memberinya kode bahwa ia merasa terganggu dengannya. Karenanya, pria itu pun mengucapkan terimakasih dengan agak berlebihan lantas pergi.
Akhirnya, batin Namie sembari menatap punggung pria yang sukses merubah mood-nya itu. Kemudian, ia teringat sesuatu. Kenapa Shigeru lama sekali ke kamar mandi? Apa ada hal buruk terjadi padanya? Ia pun mencoba meneleponnya untuk memastikan. Tidak, nomor Shigeru bukannya tidak aktif yang menandakan ia tidak baik-baik saja, tapi, sedang sibuk. Namie berkerut kening.
Tanpa berpikir panjang, ia pun pergi ke kamar mandi pria. Selain mengecek keberadaan Shigeru, ia merasa ada yang tidak beres. Ia berdiri menunggu di dekat area kamar mandi dengan melipat kedua tangan di dada serta pandangan yang waspada. Seperti saat kau ingin memergoki sesuatu dengan mata kepalamu sendiri.
Kira-kira satu menit kemudian, Shigeru keluar. Benar saja, ia terkaget begitu melihat Namie di hadapannya. Ia berharap apa yang dibicarakannya di telepon dengan seseorang tidak terdengar gadis itu. Mungkin, berkata dengan tenang seolah tidak terjadi apa-apa bisa ia lakukan untuk menghilangkan kecurigaan.
“Apa yang kau lakukan di sini?”
“Hanya mengecek keadaanmu saja.”
Shigeru bergumam. Antara memahami tindakan Namie sembari berpikir mencari alasan. “Aku tadi mimisan. Makannya lama.”
Namie hanya mengangguk-angguk sebagai tanda bahwa ia percaya. Padahal, ia sama sekali tidak seperti itu. Lihat saja, hidung Shigeru tidak terlihat lembab karena basah ketika dibasuh. Dan, walau pun ia melipat lengan jaket yang berdiameter kecil itu, setidaknya masih terlihat sedikit basah karena percikan-percikan air. Tapi, lengannya sama sekali kering dan bahkan tidak terlihat kusut.
Sejak pertama kali bertemu, Shigeru memang sudah menyadari bahwa Namie adalah gadis yang cerdas. Sekarang saja, ia sudah diberi tatapan mengintimidasi, seperti ingin dimintai penjelasan. Karenanya, ia pun segera mengajak Namie pergi seraya memberikan pertanyaan basa-basi untuk mengalihkan perhatian.
Shigeru dan Namie kembali ke tempat semula. Akan tetapi, mereka sudah tidak berminat lagi melanjutkan makan. Setelah menghabiskan minumannya, maka, pulang adalah hal yang mereka sepakati.