Sekilas, ibu tiri Namie masih tergolong baik. Namun, ia juga tergolong pasif. Ia kurang tanggap apa yang harus dilakukan pada anak-anaknya. Baru setelah ayah menyuruhnya ini dan itu, ia baru melakukan sesuatu. Padahal, kata orang, sahabat terbaik anak perempuan adalah ibunya. Lalu, apakah itu tidak berlaku bagi ibu tiri? Ada yang bilang juga kalau ibu tiri tidak bisa berlaku adil pada anak-anaknya. Ia lebih menyayangi anak kandungnya ketimbang anak tirinya. Tapi, walau ibunya tidak memiliki anak kandung, ia lebih dekat dengan Nisae. Entahlah, Namie sendiri juga malas untuk terus memikirkannya. Mungkin, itu karena mereka memiliki passion yang sama di dunia fashion. Mereka juga cukup sering jalan-jalan bersama mencari baju model terbaru.
Namie melipat kedua tangannya lantas menaruh kepala di atasnya menghadap bawah. Ia berniat melakukan perenungan. Ternyata takdir anak kembar pun bisa jauh berbeda. Walau Nisae sakit, kehidupannya seperti orang normal. Bahkan, ia cenderung senang-senang. Ia begitu bahagia saat memamerkan baju barunya yang dibeli bersama ibu. Ia juga mengatakan kalau ibu cukup menyenangkan. Kenapa ia tidak pernah mempunyai masalah, sementara aku selalu merasakan beban dan diliputi rasa kesal atas rahasia-rahasia ayah?
Setelah renungannya selesai, Namie teringat selembar kertas yang sebelumnya ia keluarkan dari sebuah amplop bertuliskan untuknya tadi. Ia membuka buku tulis itu, lantas mulai membaca surat yang ia temukan diselipkan di buku catatan Shigeru yang ia pinjam.
Ok, aku menyetujuinya. Aku penasaran, benarkah kau melakukannya tanpa maksud tersembunyi?Batinnya ketika selesai membaca keseluruhan isi surat tersebut.
***
Rin mengakhiri panggilan pada Namie lantas meletakkan ponsel di sampingnya. Baru saja ia melakukan panggilan untuk kedua kalinya, tapi, tidak ada jawaban. Ya, mungkin teman dekat barunya itu sedang ada kesibukan. Jadi, lebih baik ia meneleponnya satu sampai dua jam lagi. Ia merebahkan tubuhnya di tempat tidur, menerawang langit-langit.
Semenjak Rin mulai dekat dengan Namie, ia merasa ada keanehan pada gadis itu. Ekspresi wajahnya selalu berubah saat ia mengucapkan atau bertanya hal tertentu. Rin paham, pasti perkataannya itu mengusik rahasia-rahasia yang Namie sembunyikan rapat-rapat. Ia menyimpulkannya seperti itu karena kata Sayuko, seseorang akan terlihat salah tingkah jika rahasianya diketahui orang lain. Lalu, apa ada hubungan antara sifat pendiam Namie dengan rahasia-rahasianya itu? Apa ia tidak merasa lebih tertekan lagi jika terus menyimpannya sendirian? Oleh karena itu, Rin harus berhasil membuat Namie menceritakannya. Terlepas dari itu semua, ia juga ingin membayar hutang nyawa pada Namie dengan terus berada di samping gadis itu.
***
“Bagaimana menurutmu?” Shigeru meminta penilaian tentang Champon[1]pada teman makannya. Sebenarnya, temannya itu bisa lebih menjabarkannya tentang apa saja yang membuatnya terasa enak, tapi, ia hanya menjawab singkat, “Oishi[2].”
Setelahnya, tidak ada perbincangan lagi di antara mereka. Lalu, beberapa saat kemudian, Shigeru meminta izin pada Namie untuk ke kamar mandi. Gadis itu pun mengiyakan dengan anggukan ringan sambil terus menikmati makan malamnya.
Saat Namie menyendok kuah makanannya, ia sedikit terkejut oleh suara seorang lelaki di sampingnya. Ia pun menoleh karena lelaki itu mengucapkan “permisi”, seolah memintanya untuk meninggalkan makanannya sejenak.