Agus yang saat itu berdiri paling dekat dengannya, bergegas lari menolong. “Lu kenapa Cal?”
“Ada yang berat gue rasain di sekitar tempat ini” jawab Ical pelan.
Satu per satu mulai mengerubunginya siap memberi pertolongan bila diperlukan.”Ada apa mas Ical?” tanya Rangga sambil berjongkok mendekat pada Ical.
“Gue dipelototin sosok Nenek-nenek dari Jendela di lantai dua itu” jawab Ical tanpa menoleh ke Jendela yang dimaksud.
“Apakah rumah ini ditempati seseorang?” sambung Ical bertanya.
“Di rumah itu tidak ada orang yang tinggal, mas Ical” jawab Rangga berbisik.
“Sekarang, apakah Nenek-nenek itu masih melihat ke arah kita, mas Ical?” tanya Rangga serius.
“Masih” jawab Ical pelan setelah melirik ke arak Jendela tersebut beberapa detik.
“Sepertinya dia tidak suka kita berada di sini” lanjut Ical pelan.
Mereka kemudian saling pandang lagi satu sama lain. Agus sang ketua Senat Mahasiswa itu terlihat berpikir keras mencari jalan keluar.
“Mas Agus, ada ide?” tanya Rangga.
“mmm, gimana kalau kita teriak memanggil Ferdi dari sini saja” jawabnya pelan.
“Oke !”
Kemudian mereka saling bergiliran teriak memanggil Ferdi dari sekitar halaman rumah itu.
“FERDIIII !”
“JULYYYY !”
Teriak mereka terus menerus secara bergantian dari halaman rumah misterius itu berharap Ferdi berada di dalam rumah itu serta mendengarkan teriakan mereka.
“Hah?, Nenek itu hilang !” Ical berteriak pada mereka semua.
“Sekarang rumah itu diselimuti awan hitam” lanjut Ical terbelalak kaget.
Yang lain saling berpandangan heran mendengarkan Ical sebab mereka tidak dapat melihat dipandangan mereka itu apa yang dikatakan Ical tentang rumah tersebut.